Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidup Kami Ini Keras, Mama...

Kompas.com - 18/08/2009, 10:22 WIB

Kornelis Kewa Ama dan Fandri Yuniarti

Anak-anak sekolah dasar berseragam pramuka terlihat ceria dalam perjalanan pulang dari sekolah, Sabtu, 1 Agustus 2009. Pagi itu, mereka mengobrol, bersenda gurau, dan tertawa lepas di jalan aspal yang di sana-sini sudah terkelupas dan penuh lubang. Saat kamera dijepretkan ke arah mereka, mereka lari pontang-panting, berbalik arah. Air yang diusung beberapa anak di antaranya bahkan tumpah.

Adik, tak usah takut. Selamat... selamat...,” bujuk Kompas melalui kaca jendela mobil yang dibuka.

Anak-anak itu pun akhirnya menghentikan langkah. ”Selamat pagi, Bapak...,” kata mereka.

Anak usia sekolah yang menjinjing jeriken ukuran 5 liter berisi air bersih merupakan pemandangan umum di perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT)-Timor Leste.

Oleh karena itu, iklan layanan masyarakat di televisi, ”Sekarang sumber air su dekat, beta tak perlu ambil air lagi”, bisa dibilang tak sesuai kenyataan. Setidaknya, di empat kawasan perbatasan Haumeniana dan Wini (di Kabupaten Timor Tengah Utara), Motaain, serta Turiskain (di Kabupaten Belu).

Di daerah Turiskain dan sekitarnya, pada musim kemarau seperti sekarang, beberapa sungai memang masih mengalirkan air cukup banyak. Tapi, sebagian besar masyarakat tetap saja harus mengambil air ke sumber air yang jauh. ”September sampai Desember, kami harus jalan ke mata air jaraknya sekitar 1 kilometer dari rumah. Air di sini (sekitar rumah mereka) sudah tipis. Sekarang saja kami harus antre tiga jam untuk mengisi 10 jeriken yang kami bawa,” kata beberapa warga Asumanu, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, yang sedang mengantre air. Desa itu letaknya sekitar 1 kilometer dari Turiskain.

Daerah-daerah perbatasan di NTT pada umumnya gersang. Pada musim kemarau ini tanah mengeras seperti batu. Karena itu, saat mengolah lahan atau ladang, umumnya warga menggunakan linggis, bukan cangkul seperti di Pulau Jawa.

Itu sebabnya, mulai dari anak-anak hingga kaum ibu, mereka semua setiap hari disibukkan pekerjaan mencari air bersih sekadar untuk masak dan minum. Pengetahuan di bidang kesehatan pun sangat minim.

Air bersih dan pengetahuan kesehatan yang minim, juga kondisi ekonomi yang pas-pasan bahkan kurang, membuat sebagian besar penduduk perbatasan hanya bisa mengenakan pakaian berwarna kumal dan lusuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com