Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Ngojek sampai Pencukur Rambut ...

Kompas.com - 29/07/2009, 22:06 WIB

Kenapa, ketika orang mengangis, kami harus tertawa?/

Kenapa, ketika orang kekenyangan, kami justru kelaparan?/

...belajar menahan lapar, hidup sebulan dengan gaji hanya sehari.../   

 

KOMPAS.com — PETIKAN puisi Melahirkan Kembali Indonesia Raya karya Prof Winarno Surachmad yang dibacakan kembali Minerva Boni Avibus (7), siswa SD Negeri Banjarsari, Bandung, menggetarkan jiwa ratusan guru di Gedung Indonesia Menggugat.

Hati mereka menjerit mendengar puisi yang dibacakan dengan sangat apik dan menyayat jiwa ini. Sebagian dari mereka, bahkan laki-laki, tidak kuasa menahan emosinya. Air mata luluh di pipi begitu bocah berkacamata ini memekikkan, Bolehkah kami bermimpi didengar ketika berbicara? Dihargai layaknya manusia...?

Boleh jadi, kalimat puisi ini terlalu berlebih-lebihan dalam menggambarkan kondisi pendidikan, khususnya guru. Tapi, sedikit banyak, kenyataannya itulah yang terjadi saat ini. Tidak percaya? Lihat saja nasib guru bantu daerah terpencil (GBDT) di Jawa Barat saat ini.

Hampir dua bulan ini mereka hidup tanpa digaji. Honor yang hanya Rp 750.000 per bulan tidak lagi mereka terima. Padahal, dengan diterimanya secara rutin honor itu, hidup mereka sudah sangat sulit. Perkaranya, mereka harus membiayai anak istri. Belum lagi, untuk biaya operasional mengajar yang bebannya tentu lebih berat dari guru PNS di perkotaan.

Iwan Nugraha (27), GBDT asal Cirebon, bercerita kepada Kompas bahwa dirinya terpaksa mengajar sambil mengojek. Dia beralasan, itu dilakukannya untuk menutupi biaya bensin, Rp 15.000 per hari dari rumahnya (Cirebon) ke tempat mengajar di Indramayu.

"Sekalian berangkat, sekalian mencari tumpangan. Kalau tidak begitu, mana cukup buat honor menutupi ongkos?" ujar Iwan lirih.

Dengan sedikit malu, ia pun mau bercerita, jika dirinya ternyata memang betul-betul menekuni profesi ojek, bukan sekadar cari tumpangan. "Kalau sedang ramai dapat Rp 20.000-Rp 35.000 per bulan," tuturnya lemah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com