Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggelembungan Suara Kembali Terjadi di Sumut

Kompas.com - 14/05/2009, 18:48 WIB

MEDAN, KOMPAS.com — Penggelembungan suara dari Nias Selatan bukan hanya terjadi pada calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dari hasil rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara, di Medan, Kamis (14/5), yang menetapkan hasil penghitungan ulang rekapitulasi suara dari Nias Selatan untuk calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, ditemukan indikasi kuat penggelembungan suara calon anggota legislatif dan partai politik.

Lima partai politik yang mendapatkan masing-masing satu kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) dari daerah pemilihan Sumut 7 (Nias dan Nias Selatan), berdasarkan penghitungan ulang, perolehan suaranya berubah. Dapil Sumut 7 menyediakan lima kursi untuk DPRD Sumut. Sebanyak empat parpol di antaranya, yakni Partai Hanura, Partai Pelopor, Partai Golkar, dan Partai Demokrat, perolehan suaranya turun drastis. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang juga meraih satu kursi dari dapil ini suaranya bertambah.

Partai Hanura yang dalam rekapitulasi sebelumnya mendapat 25.776 suara, setelah dihitung ulang hanya meraih 10.173 suara. Caleg Partai Hanura yang meraih kursi dari dapil ini, Suasana Dachi juga perolehan suaranya turun drastis. Suasana yang dalam rekapitulasi sebelumnya memperoleh 18.434 suara dari Nias Selatan (Nisel), setelah penghitungan ulang hanya meraih 6.402.

Partai Pelopor yang saat rekapitulasi sebelumnya memperoleh 15.795 suara dari Nisel, setelah dihitung ulang hanya meraih 8.516 suara. Demikian halnya caleg Partai Pelopor yang meraih satu kursi di dapil ini, Restu Kurniawan Sarumaha. Restu sebelumnya meraih 14.679 suara dari Nisel, tetapi setelah dihitung ulang dia hanya mampu memperoleh 7.452 suara.

Partai Golkar di Nisel yang sebelumnya meraih 8.962 suara, ternyata berdasarkan hitung ulang hanya memperoleh 5.846 suara. Sebaliknya, caleg Partai Golkar yang meraih kursi dari dapil ini, Sudirman Halawa, yang tadinya hanya meraih 3.489 suara, setelah dihitung ulang perolehan suaranya menjadi 4.244. Caleg Partai Golkar yang suaranya di Nisel berkurang setelah hitung ulang adalah Zaman Gomo Mendrofa. Dia sebelumnya mendapat 4.778 suara, tetapi setelah dihitung ulang, perolehan suaranya di Nisel hanya 485 suara.

Partai Demokrat yang dalam rekapitulasi sebelumnya meraih 10.714 suara, setelah penghitungan ulang hanya mendapat 9.907 suara. Namun, caleg Partai Demokrat yang meraih kursi dari dapil ini, Ramli, perolehan suaranya malah bertambah setelah dihitung ulang. Jika sebelumnya dia hanya mendapat 2 juga berkurang. Jika dalam rekapitulasi sebelumnya Ramli meraih 2.828 suara, setelah penghitungan ulang dia mendapat 3.235 suara.

Satu-satunya partai peraih kursi di dapil ini yang suaranya bertambah setelah penghitungan ulang adalah PDI-P. Jika dalam rekapitulasi sebelumnya PDI-P hanya mendapat 5.158 suara, setelah penghitungan ulang PDI-P mendapat 7.035. Demikian halnya caleg PDI-P yang meraih kursi dari dapil ini, Analisman Zalukhu. Jika sebelumnya dia hanya mendapat 3.038, setelah dihitung ulang Analisman mendapat 3.217 suara.

Menurut Anggota KPU Sumut Divisi Pemutakhiran Data dan Penghitungan Suara Turunan Gulo, penggelembungan suara parpol dan caleg DPRD Sumut dari Nisel terjadi antara lain karena pencurian suara dari parpol dan caleg lain, serta pemanfaatan suara tidak sah dari Nisel. Karena ternyata ada parpol yang dalam rekapitulasi sebelumnya mendapat suara sangat kecil, ketika dihitung ulang suaranya justru bertambah. Selain itu, jika melihat perubahan jumlah surat suara tidak sah, akan terlihat bahwa surat suara tidak sah ini diduga dimanfaatkan untuk menambah suara caleg dan parpol tertentu, ujarnya.

Jumlah suara tidak sah di Nisel untuk DPRD Sumut dalam rekapitulasi sebelumnya sebanyak 1.584 suara. Namun setelah dihitung ulang, jumlah surat suara tidak sah membengkak menjadi 33.670.

Turunan mengatakan, penggelembungan suara di Nisel ini tak mungkin hanya jadi kesalahan penyelenggara lapangan seperti KPPS, PPS, dan PPK. Dia menduga parpol dan caleg juga ikut terlibat. "Ini kan hukum penawaran dan permintaan. Tidak mungkin PPK melakukannya tanpa ada motif lain seperti uang atau primordialisme. Jadi parpol juga jangan cuma menyalahkan PPK, karena mereka dan calegnya juga pasti ikut bermain," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com