Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Segera, Inpres Percepatan Pembangunan Perbatasan

Kompas.com - 14/04/2009, 05:56 WIB

SAMARINDA, KOMPAS.com — Pemprov Kalimantan Timur mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menerbitkan inpres (instruksi Presiden) mengenai percepatan pembangunan kawasan perbatasan dan pedalaman seperti dijanjikan oleh pemerintah pusat belum lama ini.
    
"Jadi tidak benar bahwa Pemprov Kaltim lamban dalam mengatasi berbagai masalah di wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia Timur itu. Hanya kami masih menanti serta mendesak agar pusat segera menerbitkan inpres tersebut,"  kata Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak di Samarinda, awal pekan ini.
    
Sebelumnya, Gubernur Kaltim bersama rombongan melakukan road show di Jakarta untuk mengadakan pertemuan dengan Wapres Jusuf Kalla, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan DPR RI guna menyampaikan berbagai masalah di provinsi terluas nasional itu.   
    
Pemerintah pusat, melalui Wapres Jusuf Kalla, berjanji akan menerbitkan sebuah inpres terkait upaya percepatan pembangunan di kawasan perbatasan dan pedalaman Kaltim. "Membangun kawasan perbatasan tidak mungkin dapat dilakukan oleh pemprov sendiri. Meskipun upaya itu didukung Pemerintah Kabupaten Malinau dan Pemkab Nunukan (dua daerah yang berbatasan langsung dengan Serawak dan Sabah, Malaysia Timur), tetap akan mengalami berbagai hambatan serius, mengingat kawasan yang harus dibangun demikian luas sehingga butuh dukungan pusat," paparnya.
    
Panjang kawasan perbatasan wilayah RI di kawasan Kalimantan (Kaltim sampai Kalbar), yakni yang berbatasan dengan Sabah dan Serawak (Malaysia Timur), sekitar 1.800 km. Sementara, hanya untuk wilayah Kalimantan Timur, panjang kawasan darat yang harus dikawal mencapai 1.038 km. Karena itu, dana untuk membangun kawasan perbatasan dan pedalaman Kaltim diperkirakan sangat besar.
    
Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Kimpraswil Kaltim memperkirakan, biaya untuk membangun satu kilometer jalan di Kaltim bisa mencapai Rp 1 miliar akibat lemahnya infratruktur serta kondisi alam yang kurang bersahabat, sehingga untuk membangun jalan sepanjang 1.038 km biayanya bisa mencapai triliunan rupiah.
    
"Langkah awal sebagai bentuk dukungan pemerintah pusat untuk segera mengentaskan berbagai masalah di kawasan perbatasan adalah dengan segera menerbitkan inpres tersebut," ujar Awang.
    
Apalagi, sebenarnya, sesuai UU mengenai Pemerintahan Daerah, pembangunan kawasan perbatasan adalah kewenangan pusat karena terkait langsung dengan masalah wilayah kedaulatan RI.
    
Salah satu arti strategis inpres tersebut, kata dia, agar program mengatasi masalah perbatasan dapat lebih fokus karena mendapat dukungan semua departemen, instansi, badan, dan lembaga terkait.
    
Ia menilai bahwa salah satu titik masalah pada program percepatan pembangunan kawasan perbatasan selama ini adalah akibat lemahnya koordinasi antarsektoral atau antardepartemen.
    
Berdasarkan data, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan sebagai upaya percepatan pembangunan di kawasan tertinggal, antara lain Inpres Nomor 7 Tahun 2002 mengenai Upaya Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI),  dan Keppres 44 Tahun 1994 mengenai Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan, kenyataannya kebijakana itu kurang berhasil mengentaskan masalah disparitas pembangunan di Indonesia.
    
"Meskipun kami masih menanti Inpres tersebut, bukan berarti Pemprov Kaltim tinggal diam. Buktinya, pemerintah daerah sudah membentuk lembaga tersendiri yang menjadi bagian dari program mengatasi masalah di wilayah tersebut, yakni Badan Khusus Pembangunan Kawasan Perbatasan dan Daerah Terpencil,"  katanya.
    
Bahkan, gubernur Kaltim juga sudah melantik ketua lembaga khusus itu pada beberapa waktu lalu, yakni Prof. Dr. Henry Patton, seorang guru besar dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda yang banyak melakukan penelitian mengenai masalah sosial di kawasan perbatasan. Tokoh ini juga kebetulan putera kelahiran wilayah utara Kaltim, Tanjung Selor (Kabupaten Bulungan).


          
Mendesak Presiden
    
Awang mengemukakan bahwa dalam upaya mempercepat lahirnya Inpres tersebut, ia telah mendesak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Meneg PDT) Lukman Edy agar segera menerbitkan kebijakan tersebut.
    
"Inpres tersebut seharusnya segera diterbitkan, mengingat status kawasan perbatasan yang menjadi beranda negara sehingga berbagai program pembangunan di wilayah tersebut seyogyanya mendapat skala prioritas," imbuh dia.
    
Wilayah geografis begitu luas yang dihadapkan dengan lemahnya infrastruktur perhubungan, serta tertinggalnya berbagai pembangunan pada prasarana dan sarana umum di perbatasan menjadi hambatan utama dalam bidang pengawasan.
    
Kondisi seperti itu menyebabkan berbagai kasus yang merugikan negara triliunan rupiah per tahun gampang terjadi di kawasan perbatasan, misalnya penjarahan hutan, penyelundupan, pencurian ikan, sampai kasus ancaman kehilangan wilayah kedaulatan RI,  seperti kasus klaim sepihak Malaysia atas wilayah RI pada blok Ambalat dan perairan Karang Uranang belum lama ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com