Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Ady Gunakan Cocopeat Tanam Padi di Lahan Bekas Tambang Bauksit

Kompas.com - 07/06/2023, 21:21 WIB
Hadi Maulana,
Michael Hangga Wismabrata

Tim Redaksi

TANJUNGPINANG, KOMPAS.com – Ady Indra Pawennari, warga Kelurahan Air Raja, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri), menjadi pelopor budidaya tanaman padi di lahan bekas tambang bauksit di kampung halamannya.

Ady menggunakan media cocopeat atau serbuk sabut kelapa untuk terobosannya itu. Alasannya, cocopeat bisa menyerap dan menyimpan air hingga 300 persen dari berat bobotnya.

Perbandingannya, lanjut Ady, 1 kilogram serbuk sabut kelapa bisa menyimpan lebih kurang 3 kilogram air. 

Baca juga: Cerita Petani di NTT, Jual 40 Sapi karena Ditipu Keponakannya, Sang Anak Dijanjikan Jadi Polwan

“Di Tanjungpinang mana ada yang menanam padi, lagian lahannya kan lahan tandus dan lahan bauksit, makanya saya lakukan ini, sebagai bukti bahwa padi bisa tumbuh di lahan tandus atau lahan bauksit jika dilakukan dengan benar,” kata Ady saat ditemui Kompas.com. 

Kelebihan lainnya, kata Ady, pada malam hari cocopeat dapat menyerap air dari udara sehingga dapat menjaga kelembaban tanah.

Baca juga: Cerita Heri 4 Tahun Jadi Petani Porang, Raup Ratusan Juta Tiap Panen dan Bisa Kendalikan Harga

Mencari tantangan

Hasil tambang bauksit dapat dimanfaatkan untuk pembuatan aluminium, di mana manfaat bauksit digunakan untuk menghasilkan beragam produk logam antikarat.KOMPAS.COM/HANDOUT Hasil tambang bauksit dapat dimanfaatkan untuk pembuatan aluminium, di mana manfaat bauksit digunakan untuk menghasilkan beragam produk logam antikarat.

Kepada Kompas.com, Ady mengaku dirinya suka tantangan. Kondisi lahan bekas tambang bauksit yang terbengkalai mengusik dirinya.

Lalu Ady pun mencari cara agar bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk pertanian dan menjadi lahan produktif.

“Saya ingin agar anak-anak saya tahu bahwa nasi yang mereka makan setiap hari berasal dari tanaman padi yang juga saya tanam,” tambah Ady.

Selatin itu, Ady menekuni menjadi petani ini juga karena ingin memberi penghormatan kepada orangtuanya. 

Baca juga: Cerita Arip Munawir, Lulusan S2 yang Pilih Jadi Petani dan Dipercaya Sebagai Ketua Gapoktan

Ady mengaku dibesarkan dari keluarga petani. Dirinya hidup di lingkungan petani dan makan dari hasil budidaya padi. 

“Bagi saya petani padi ini bukan hal yang aneh lagi, karena sejak kecil saya sudah diajarkan orangtua saya untuk menanam padi, makanya setelah orangtua saya meninggal, untuk menghormati almarhum, saya buktikan bahwa jika dilakukan dengan benar, padi itu juga dapat tumbuh subur dilahan tandus, bahkan lahan bauksit sekalipun,” papar Ady.

Karena itu, pada setiap kegiatan bisnis yang dilakukan, dirinya selalu selingi dengan kegiatan pertanian, meskipun di lahan sempit atau di pekarangan rumah.

“Apalagi, selama ini saya menekuni bisnis cocopeat atau serbuk sabut kelapa yang dikenal memiliki keunggulan dalam menyerap dan menyimpan air. Jadi, keberhasilan saya menanam padi di lahan bekas tambang bauksit tak lepas dari inovasi cocopeat,” ungkap Ady.

Lahan semakin luas

Ady juga mengaku bahwa padi yang ditanamnya di Tanjungpinang merupakan padi varietas CL 220.

Benih tersebut didapat dari Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Asman Sulaiman.

“Ini padi varietas CL 220 yang benihnya dikirim oleh pak Andi Asman Sulaiman, Kadis TPHP Kabupaten Bone. Varietas ini berpotensi menghasilkan gabah kering panen sekitar 13 ton per hektar dengan usia panen 100 hari,” ungkap Ady.

“Saya masih bermimpi bisa melakukan penanaman padi di Tanjungpinang dalam jumlah yang lebih luas lagi,” tambah Ady.

Ia mengatakan, kebutuhan beras penduduk Tanjungpinang sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah.

Padahal, ada ribuan hektar lahan tidur di Tanjungpinang yang dibiarkan terlantar tanpa pemanfaatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com