Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Gotong Royong Membangun Jamban

Kompas.com - 12/05/2023, 11:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA agak ragu pada kebenaran pernyataan ini: “WC for all itu sangat penting. Dalam arti jamban yang sehat. Sebab, ini menjadi salah satu indikator untuk menurunkan stunting. Tetapi, berapa besar potensinya untuk penurunan angka stunting, itu yang kami minta untuk dilakukan risetnya.”

Kalimat itu diucapkan oleh seorang pejabat pemerintah baru-baru ini dalam suatu pertemuan (Kompas.id, 10/5/2023). Saya yakin ada tanggapan dari peserta rapat yang lain setelah kalimat itu terucap.

Tanggapan itu kira-kira begini: “Sudah banyak riset dilakukan tentang hubungan antara jamban dan stunting (balita cebol). Tidak perlu lagi dipertanyakan.”

Kemudian ditayangkanlah beberapa judul riset tentang topik itu yang diambil dari Google, hanya dalam hitungan detik.

Sangat boleh jadi dialog itu tidak tercatat oleh wartawan, sehingga tidak terberitakan. Intinya adalah bahwa ketiadaan jamban sehat merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya stunting. Sehingga tidak perlu dilakukan riset lagi, tinggal eksekusi saja.

Masih 15 juta

Menurut Budi Laksono, pakar sanitasi dari Universitas Diponegoro, pada 2021 masih terdapat 14,9 juta keluarga yang tidak memiliki jamban.

Ini tentu berkaitan dengan masih tingginya angka stunting, yaitu 21,6 persen (2022). Masih jauh di bawah target WHO untuk dunia, yaitu 20 persen.

Pemerintah sudah menetapkan target penanganan stunting sebesar 14 persen pada 2024. Maka langkah awal untuk itu adalah membantu penyediaan jamban sehat bagi masyarakat yang belum memiliki karena ketidakmampuannya.

Target pengadaan jamban itu tentunya tidak sulit untuk dicapai. Dengan asumsi biaya pengadaan satu unit jamban (termasuk septik tank, kloset, air bersih) sebesar Rp 4 juta, maka untuk mengadakan 15 juta jamban diperlukan dana sebesar Rp 60 triliun.

Kebutuhan dana itu memang cukup besar, namun dengan anggaran pembangunan tahunan pemerintah pusat sebesar Rp 3.000 triliun, pengadaan jamban bagi masyarakat kurang mampu dalam satu atau dua tahun anggaran bukanlah khayalan.

Sebetulnya penyediaan jamban adalah urusan setiap rumah tangga. Namun karena berbagai sebab, banyak warga masyarakat yang belum memilikinya. Di sini peran pemerintah daerah, khususnya pemda kabupaten dan kota.

Kepala daerah yang memberi perhatian besar pada kesehatan masyarakat tentulah akan berusaha untuk membantu warganya yang kurang mampu.

Penyediaan jamban memang bukan proyek yang membuat orang berdecak kagum. Namun manfaatnya cukup besar untuk mencetak sumber daya manusia yang unggul di masa depan.

Walau menjadi tanggung jawab Pemda, namun pemerintah pusat tidak dilarang untuk membantu pemerintah daerah mendanai pengadaan jamban di daerah. Toh pada akhirnya negara juga mendapat dampak positif dari tingkat kesehatan masyarakat yang semakin baik.

Maka pemerintah pusat dapat, bahkan perlu, meningkatkan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pengadaan jamban, dengan cara mengurangi sebagian anggaran pemerintah pusat atau merealokasi anggaran DAK untuk bidang-bidang lain yang kurang prioritas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com