KOMPAS.com - Mobil Bupati Kuningan Acep Purnama, yang dikemudikan oleh UK, menabrak Jamaludin (38) dan Ilah Kustilah (38). Pasangan suami istri (pasutri) itu tewas.
Korban meninggalkan tiga anak yang kini duduk di bangku SMA, SMP, dan si bungsu yang menjalani pendidikan anak usia dini (PAUD).
Polisi menyebutkan bahwa insiden tersebut terjadi karena sopir bupati mengantuk ketika mengemudi.
Berita lainnya, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengungkap alasan kenapa harga tanah di wilayahnya semakin mahal.
Sultan memandang bahwa kenaikan harga tanah disebabkan orang luar DIY membeli tanah tanpa menawar.
Ia juga menyampaikan, setiap tahun lahan seluas 200 hektar di DIY beralih fungsi menjadi permukiman atau fasilitas publik.
Berikut berita-berita yang menjadi sorotan pembaca Kompas.com pada Kamis (6/4/2023).
Pasutri asal Kuningan, Jamaludin dan Ilah Kustilah, meninggal usai ditabrak mobil Bupati Kuningan, Senin (3/4/2023) siang.
Jono, ayah Jamaludin, mengatakan, putranya saat itu sebenarnya tengah mencarikan baju Lebaran untuk buah hatinya.
“Mencari kebutuhan anak, buat anaknya yang paling kecil. Mau beli baju, buat anaknya, sambil ngelas motor mampir dan sekalian,” ujarnya, Selasa (4/4/2023).
Kepergian Jamaludin dan Ilah Kustilah untuk selamanya, membuat tiga anaknya yang kini berada di SMA, SMP, dan PAUD, menjadi yatim piatu.
Bersama sang istri, Karti, Jono berharap agar Bupati Kuningan Acep Purnama benar-benar menepati janji untuk menyekolahkan ketiga anak korban. Acep sempat melontarkan janji tersebut.
"Saya berjanji akan ikut membantu, di antaranya menyekolahkan. Insya Allah sampai mereka menjadi anak yang diharapkan orangtua," ucapnya pada Senin malam.
Baca selengkapnya: Gara-gara Sopir Bupati Kuningan Mengantuk, 3 Anak Jadi Yatim Piatu
Masyarakat mengeluhkan soal harga tanah di DIY mahal. Terkait itu, Gubernur DIY Sri Sultan HB X menilai bahwa masalah tersebut disebabkan orang luar DIY membeli tanah tanpa menawar.
"Lha gimana, wong teman-teman Jakarta kalau beli tanah ora ngenyang e (tidak menawar). Ya harga makin tinggi. Orang Jogja-nya enggak punya rumah," ungkapnya, Kamis.
Ditambah lagi, kata Sultan, setiap tahun lahan seluas 200 hektar di DIY beralih fungsi jadi permukiman atau fasilitas publik.
"Kita lama-lama mepet laut selatan sama mepet Merapi," tuturnya.
Di samping itu, Sultan berharap agar masyarakat yang lahannya terdampak tol atau dibebaskan untuk fasilitas umum lainnya, dapat mengatur pengeluaran sesuai dengan kebutuhannya.
Baca selengkapnya: Sultan Ungkap Penyebab Harga Tanah di DIY Mahal: Orang Jakarta kalau Beli Tanah Tidak Menawar