KUPANG, KOMPAS.com - Matahari belum sepenuhnya naik saat Daniati Kota Radja (55), menjaga dua cucunya MS (6) dan KS (3), Minggu (2/4/2023).
Mengenakan celana pendek, kaus berwarna hitam, dan tanpa alas kaki, Daniati duduk di kursi plastik berukuran kecil tanpa sandaran, sembari melihat dua cucunya berlari kecil ke luar rumah.
Daniati tinggal bersama sang suami Yakobus Sabneno (60) serta enam orang anaknya dan dua cucu, di rumah sempit berukuran 4x6 meter di pusat Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca juga: Kisah Ibu di Malang Penuhi Gizi Anak Kembarnya yang Alami Stunting, Berharap Bisa Tumbuh Normal
Rumah yang mereka tempati di Kelurahan Nunbaun Sabu, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), terlihat sangat sederhana.
Bangunannya berdinding kayu, beratap seng, dengan lantai semen. Hanya ada dua kamar tidur dan satu ruang tamu.
Pada ruangan tamu, hanya ada tiga kursi plastik berwarna merah, yang terlihat rusak dan nyaris tak bisa digunakan.
Termasuk dua tempat tidur yang hanya bisa digunakan empat orang saja. Terpaksa yang lainnya tidur di kamar tamu, dengan beralaskan tikar.
Baca juga: Perjuangan Nakes di Labuan Bajo Perangi Tengkes, Dilatih di Stunting Center dan Terjun Melawan Mitos
Bentuk rumah mereka saat ini jauh lebih layak dibandingkan sebelumnya, setelah pemerintah memberi bantuan rumah bagi warga miskin.
Di keluarga itu, Daniati lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Dia bekerja membantu menjualkan sayur milik kerabatnya dengan upah Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per hari.
Sedangkan suaminya Yakobus, hingga saat ini belum mendapatkan pekerjaan.
Selain Daniati, putri pertama mereka Mariana Sabneno (30), juga ikut membantu perekonomian keluarga. Ia bekerja sebagai asisten rumah tangga.
Mariana membantu kedua orangtuanya, termasuk menghidupi dua anaknya MS (5) dan KS (3).
Mariana terpaksa menjadi orangtua tunggal karena pria yang menghamilinya tak mau bertanggung jawab.
Dengan penghasilan pas-pasan, kedua anaknya tak mendapat asupan gizi yang lengkap. Hingga akhirnya si bungsu KS dinyatakan dalam kategori anak stunting (kondisi gagal tumbuh pada anak balita).
"Dari dua orang cucu saya, yang bungsu ini KS yang kena stunting," ungkap Daniati Kota Radja, saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Minggu.
Baca juga: Kisah Pasangan Muda di Surabaya, Awalnya Tak Sadar Buah Hatinya Stunting
Daniati mengaku, penghasilannya dan anaknya hanya cukup untuk membeli beras dan sayur.
Itu pun kadang tidak cukup, sehingga mereka kerap meminta bantuan kerabat terdekat, termasuk majikan tempat Mariana bekerja.
"Setiap hari kami hanya makan nasi dengan sayur. Daging kami tidak pernah makan, karena tidak ada uang untuk beli," ujar Daniati dengan mimik sedih.
Kondisi yang serba sulit itu, sedikit terbantu, setelah keluarga mereka mendapat bantuan dari pemerintah melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yaitu keluarga miskin yang mendapat bantuan sosial.
Melalui PKH, setiap tiga bulan mereka mendapat uang sebanyak Rp 1,6 juta.
Uang sebanyak itu digunakan untuk keperluan makan minum dan juga biaya sekolah anaknya yang lain.
Selain itu, dari pihak Kelurahan dan masyarakat setempat bersama petugas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Alak memberi perhatian khusus kepada anak stunting. Tujuannya untuk perbaikan gizi.
Balita KS (3) mendapatkan bantuan makanan tambahan berupa setengah rak telur, satu bungkus biskuit, dan satu susu formula yang diterima setiap hari Rabu.