SIDANG tragedi Kanjuruhan untuk LP model A (atau Laporan Kepolisian yang dibuat kepolisian sendiri) telah usai.
Dari lima orang terdakwa, dua orang di antaranya dihukum satu setengah tahun penjara, seorang dihukum satu tahun penjara, dan dua orang terdakwa divonis bebas.
Apapun komentar kita memang tidak akan mengubah putusan majelis hakim PN Surabaya pada 8 Maret dan 15 Maret 2023.
Namun banyak pihak yang menyesalkan vonis tersebut. Mulai dari Aremania, para suporter di Liga Indonesia, para pengamat hukum, aktivis, bahkan Ketua PBNU Alissa Wahid.
Vonis tersebut dinilai jauh dari rasa keadilan, khususnya kepada para korban. Karena 135 nyawa dan ratusan orang lainnya luka-luka hanya dibayar dengan vonis maksimal satu setengah tahun penjara dan lebih mirisnya lagi dua terdakwa divonis bebas.
Jaksa memiliki peran sebagai perwakilan korban dalam melakukan tuntutan hukum pidana. Dalam hukum acara pidana, korban tidak termasuk dalam pihak yang beracara.
Hukuman untuk terduga pelaku tindak pidana bergantung pula pada kerja jaksa. Maka peran jaksa selain melakukan penelitian berkas hingga penuntutan, juga menciptakan rasa keadilan kepada para korban.
Jaksa memang memiliki independensi yang tidak bisa dipengaruhi oleh pihak lain termasuk para korban. Namun bukan berarti independensi tersebut tidak mempertimbangkan kepentingan maupun harapan keadilan dari para korban.
Maka jaksa perlu cermat meneliti dan mengoreksi berkas perkara yang dikirim oleh penyidik karena sangat berpengaruh terhadap tugasnya saat penuntutan di persidangan.
Pada kasus Tragedi Kanjuruhan, jaksa seakan menggunakan kacamata kuda yang terlalu tebal dalam menerima berkas dari penyidik.
Sebagai contoh rekonstruksi penembakan gas air mata yang tidak dilakukan di TKP di Stadion Kanjuruan. Jaksa tidak kritis dengan meminta rekonstruksi dilakukan di TKP agar bisa mendapatkan gambaran yang lebih jernih terkait penembakan gas air mata.
Jaksa juga berwenang untuk memberikan catatan terkait pasal yang dikenakan penyidik, bahkan menambahkan pasal yang sudah dikenakan penyidik kepada tersangka.
Dalam perkara Kanjuruhan pernah ada pernyataan dari pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur bahwa mereka memberikan catatan terkait masuknya pasal pembunuhan.
Namun hingga persidangan bergulir terungkap bahwa pasal yang dikirimkan penyidik dalam berkas hanya pasal kelalaian dan khusus untuk terdakwa sipil ditambah pasal undang-undang keolahragaan.