KOMPAS.com - Tingalan dalem jumenengan adalah peringatan kenaikan tahta raja.
Dalam bahasa Jawa, tingalan berarti peringatan, dalem bermakna panggilan kehormatan untuk raja jawa, dan jumenengan yang berasal dari kata jumeneng dapat diartikan bertahta.
Peringatan Tingalan Dalem Jumenengan merupakan adat sakral yang telah berlangsung secara turun temurun.
Upacara adat Tingalan Dalem Jumenengan ini harus dilakukan oleh empat kerajaan keturunan Mataram Islam, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Keraton Yogyakarta), Pura Mangkunegaran di Surakarta, dan Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta.
Waktu Pelaksanaan Tingalan Dalem Jumenengan dilakukan setiap tahun, yaitu setiap tanggal dua bulan Ruwah sesuai kalender Jawa.
Setiap kerajaan memiliki tata cara yang tidak sama persis, seperti Tingalan Dalem Jumenengan Kasunanan Surakarta dan Keraton Yogyakarta.
Baca juga: Tingalan Dalem Jumenengan Ke-19 PB XIII, Gibran Bakal Sambut Raja-raja Se-Nusantara di Solo
Berikut ini adalah Tingalan Dalem Jumenengan Kasunanan Surakarta dan Keraton Yogyakarta
Kesakralan Tingalan Dalem Jumenengan di Keraton Kasunanan Surakarta, karena peringatan tersebut digelar Tari Bedhaya Ketawang.
Tari Bedhaya Ketawang sebagai simbol dari perziarahan hidup manusia di bumi.
Perziarahan yang dimaksud mulai dari kelahiran, perjalanan hidup, kematian, hingga kehidupan alam semesta setelah di dunia.
Pandangan lain menyebutkan Tari Bedhaya Ketawang terhubung dengan Penguasa Laut Selatan, yakni Kanjeng Ratu Kidul.
Untuk itu, tarian ini banyak merasakan nuansa mistis sebagai simbol hubungan batin antara Raja dengan Ratu Kidul.
Bagi yang dapat membaca mata batin, konon jumlah penari tidak sembilan melainkan 10.
Karena ada seorang penari yang dipercaya sebagai penari gaib bergabung dalam tarian sakral tersebut.
Dalam Tingalan Dalem Jumenengan, tari Bedhaya Ketawang diiringi dengan seperangkat gamelan yang memiliki daya magis.
Baca juga: Tari Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral Kenaikan Tahta Raja dari Kasunanan Surakarta