PEMALANG, KOMPAS.com - Surya mulai temaram ketika Ariyanto pulang ke rumahnya di kompleks Bumi Randudongkal Permai, Pemalang, Jawa Tengah, Senin (30/1/2023).
Wajah Ari begitu kumal, bajunya berlepotan jelaga dan oli, noda wajib yang selalu didapatnya sepulang bekerja setiap hari.
Genap lima tahun lamanya, pria berusia 34 tahun ini berjerih payah sebagai montir di bengkel kecil di sudut Terminal Kecamatan Randudongkal.
Di pangkalan umum tipe C itulah, Ari membuka jasa servis kaki-kaki roda truk dan bus cebong untuk menyambung hidup anak dan istri.
Usai memarkirkan sepeda motornya di halaman, Ari berseru dari muka rumah, “Assalamualaikum, bapak pulang.”
Mendengar suara Ari, sontak kedua buah hatinya menghambur keluar berebut salam. Disusul istri terkasih yang turut menagih kecup sembari mengangsurkan handuk untuk menyeka peluh yang nampak luruh.
Bagi Ari, buah hati memang ‘obat jerih pelerai demam’. Segala payah seolah tanggal begitu bertaut badan bersama keluarga kecil di istananya yang mungil.
Potret kebahagiaan tersebut mungkin lumrah ditemui pada setiap keluarga. Namun bagi Ari, hangatnya biduk rumah tangga yang sejati baru dirasakannya belum lama ini.
Pasalnya, sejak menikah pada 2013, Ari dan Asihyati (30) masih tinggal menumpang di rumah mertua di Desa Lodaya.
Baca juga: Perjuangan Ibu di Manggarai Timur Hidupi 4 Anaknya, Sang Suami Alami Gangguan Jiwa
Keterbatasan ekonomi memaksa mereka untuk berbagi ruang hidup dengan orang tua, saudara ipar, berikut keponakan-keponakannya.
Namun, bagaimana pun jua, berada satu atap bersama orang tua dan kerabat tak lantas membuat hati lega. Sebaliknya, Ari justru merasa banyak kehilangan wibawa.
“Ya namanya numpang di rumah mertua kan tidak merdeka, tidak bebas mau ngapain aja. Kadang, saya sebagai kepala keluarga tidak punya kuasa penuh terhadap anak istri saya sendiri,” katanya.
Tujuh tahun lamanya Ari menahan diri, sembari mengumpulkan pundi-pundi, dia bekerja serabutan mulai dari mencuci bus, merangkap kenek, hingga kuli bongkar muat kendaraan angkutan berat.
“Saya cuma lulusan SMP, jadi ya bisanya kerja serabutan. Sambil nabung sedikit-sedikit sampai akhirnya tahun 2017 bisa buka bengkel kecil di terminal,” ujarnya.
Keberadaan bengkel pun menjadi penanda babak baru kehidupan Ari. Jejaring sopir bus dan truk yang dirawat sejak remaja, satu per satu datang sebagai pelanggan setia.