NUNUKAN, KOMPAS.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nunukan, Kalimantan Utara, mewacanakan adanya Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN), untuk mengakomodir para pekerja migran Indonesia (PMI) dari Pulau Sebatik.
Selama ini, pendataan terhadap masyarakat Pulau Sebatik yang mayoritas bekerja dan berdomisili di mess ataupun rumah-rumah di tengah perkebunan kelapa sawit Malaysia, dilakukan dengan cara tidak biasa.
Baca juga: Pria di Nunukan Simpan Sabu 17 Gram Senilai 9,4 Juta di Dubur, Ditangkap Saat Tiba dari Malaysia
Sebagaimana dituturkan Ketua KPU Nunukan, Rahman, biasanya para PMI pemilik hak suara, akan diundang ke lapangan bola di Desa Aji Kuning, Sebatik, untuk pendataan daftar pemilih.
‘’Memang masalah pendataan WNI yang bekerja di ladang sawit yang berada tepat di perbatasan RI – Malaysia menjadi masalah dan bahan cerita kami. Caranya ya memanggil mereka untuk datang ke wilayah Indonesia, dan mendata mereka di kawasan Indonesia,’’ujarnya, Jumat (20/1/2023).
Cara dan opsi tersebut, menurut Rahman, sudah cukup tepat dan efektif. Karena tidak mungkin petugas KPU masuk ke lahan milik Malaysia, yang tentunya akan disebut sebagai pendatang illegal/atau dikenal para aparat Malaysia, sebagai pendatang haram. Meskipun ada lokasi PMI di tanah Malaysia yang hanya dibatasi sawah.
Namun demikian, masalah kemudian timbul ketika berbicara persaratan menjadi DPT,. Selain harus terdaftar di sistem registrasi KPU, rumah DPT wajib dipasangi stiker hasil pencocokan dan penelitian/coklit.
‘’Mereka ini hanya tercatat alamatnya tinggal di sejumlah RT di kawasan perbatasan Negara di Pulau Sebatik. Tapi ternyata mereka tidak ada tempat tinggal di Sebatik, karena mereka selalu menghuni rumah pondokan di tengah perkebunan kelapa sawit di Malaysia sana,’’jelasnya.
Baca juga: Tak Rela Diputus Pacar, Pria di Nunukan Ancam Sebar Video Bugil Kekasih
Masalah inipun tak bisa dipandang remeh, karena bagaimanapun, para PMI tersebut memiliki KTP sebagai identitas resmi warga negara yang tentunya memiliki hak yang sama untuk menyalurkan suaranya di pesta demokrasi Pemilu.
Mengakali pemasangan stiker coklit, KPU lalu menyiapkan sebuah papan lebar yang mirip papan tulis dan dipasang di depan rumah ketua RT setempat.
‘’Kita tempelkan puluhan stikernya di papan tersebut dan dipajang didepan rumah Ketua RT. Tidak boleh dicabut sebelum satu tahun Pemilu berlalu,’’kata Rahman lagi.
Bahkan, di proses verifikasi faktual pada Pilkada Nunukan 2020 lalu, ada juga puluhan stiker coklit dipasang di dalam rumah warga.
‘’Posisi rumahnya itu bagian depannya di tanah Malaysia, tapi dalamnya tanah kita (Indonesia). Akhirnya kita tempelkan stikernya itu di dalam rumah warga, karena hanya rumah itu yang terdekat dengan perbatasan,’’sambungnya.
Dari data KPU Nunukan, ada sekitar 800 orang PMI warga Pulau Sebatik, yang memiliki hak suara dan tinggal di tiga lokasi berbeda di kawasan perkebunan kelapa sawit Malaysia.
Masing masing di kawasan Sungai Melayu, Bergosong Besar, dan Bergosong Kecil. Tiga wilayah ini, sangat dekat dengan Indonesia.
Sejauh ini, kawasan yang penanganannya paling mudah adalah di wilayah Desa Seberang Sungai Melayu.