MALANG, KOMPAS.com - Pondok Pesantren An-Nur 2 Bululawang Malang memutuskan mengeluarkan salah satu santrinya, KR (14), yang diduga melakukan penganiayaan kepada temannya, DFA (12) asal Kota Malang hingga patah tulang, 26 November lalu.
Pengasuh Pondok Pesantren An-Nur 2 Bululawang, Fathul Bari mengatakan penganiayaan yang dilakukan santri asal Gresik itu merupakan kategori pelanggaran berat.
"Artinya dengan pelanggaran seperti itu kami sudah angkat tangan karena melanggar aturan berat. Kita arahkan kita cari mungkin pondok yang bisa mendidik lebih tepat lagi, agar lebih baik lagi," ungkap Fathul melalui sambungan telepon, Rabu (11/1/2023).
Fathul Bari menerangkan bahwa Pondok Pesantren An-Nur 2 mempunyai peraturan yang tidak boleh dilanggar oleh semua santri. Apabila dilanggar, pondok pesantren mempunyai penilaian sendiri, apakah masuk kategori pelanggaran ringan, sedang atau berat.
Baca juga: Santri di Malang Alami Patah Tulang Hidung Usai Dianiaya Temannya
"Semua kategori pelanggaran itu ada sanksinya masing-masing. Kalau merokok masuk dalam kategori pelanggaran ringan," ujarnya.
"Nah, RK ini kan diduga dilaporkan karena merokok. Perlu digaris bawahi, merokok saja ada sanksinya, apalagi sampai memukul temanya," imbuhnya.
Pondok Pesantren An Nur 2 telah menerbitkan Surat Keputusan terkait sanksi dikeluarkannya RK tersebut.
"Sudah di-SK saat itu, karena memang aturan pondok pesantren begitu, dan sudah dipulangkan ke orangtua," tuturnya.
Fathul Bari menegaskan bahwa peristiwa penganiayaan itu luput dari pantauan pihak pondok pesantren dan sekolah SMP An Nur.
Sebab, peristiwa itu terjadi setelah proses belajar selesai. Sehingga semua peserta didik dan para guru sudah pergi dari sekolah.
"Hanya tinggal korban, pelaku dan beberapa temannya di sekolah itu," terangnya.
Di saat bersamaan, saat itu sedang waktu shalat dzuhur. Sehingga mayoritas guru, santri, maupun pengurus pondok pesantren sedang shalat berjemaah di masjid.
"Artinya ada celah yang luput dari pengawasan pondok pesantren. Namun hal ini wajar. Di manapun, pasti ada potensi dan kemungkinan terjadinya kekerasan. Tidak ada lembaga yang sesakti apapun itu tidak bisa menutup kekerasan," tegasnya.
Baca juga: Kasus Penganiayaan Santri di Malang, Keluarga Korban Minta Pelaku Tetap Diproses Hukum
Fathul Bari menyayangkan peristiwa penganiyaan itu terjadi di lembaga pondok pesantrennya. Namun, ia mengaku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir terjadinya kekerasan di area pondok pesantren.
"Setiap tahun kami selalu melakukan studi banding ke pesantren mengenai penanganan antisipasi bulliying. Apabila ada pondok pesantren yang bagus dalam penanganan kekerasan, kita aplikasikan di pondok pesantren ini," pungkasnya.