MATARAM, KOMPAS.com - Pembangunan kereta gantung Rinjani masih menjadi pro-kontra di kalangan masyarakat, terutama masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kepala Bidang Planologi dan Produksi Hutan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nusa Tenggara Barat (NTB), Burhan Bono mengaku belum bisa berpendapat banyak soal pembangunan kereta gantung tersebut, mengingat perusahaan pengembang belum mengajukan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
"Kami masih menunggu Amdal yang diajukan perusahaan. Bagaimana bentuk mereka membangun belum kelihatan ini. Kami belum bisa memberikan catatan. Kita tunggu di Amdal baru bisa berkomentar," kata Bono, Jumat (6/1/2023).
Baca juga: Soal Izin Usaha Kereta Gantung Rinjani, Dinas Penanaman Modal: Kami Mengikuti Peraturan yang Berlaku
Jika Amdal nantinya telah diusulkan, maka pihaknya akan mengundang para pihak pegiat lingkungan bersama masyarakat terdampak.
"Nanti kita akan ajak pegiat lingkungan untuk membahas Amdal, masyarakat sekitar lokasi juga kita akan libatkan," kata Bono.
Baca juga: Pengembang Kereta Gantung Rinjani Jamin Tak Akan Mematikan Usaha Porter
Menurut Bono, pembangunan merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari, namun demikian menurutnya bagaimana menciptakan pembangunan yang ramah terhadap lingkungan.
"Pemerintah juga tidak mau Rinjani rusak karena adanya kereta gantung, boleh nanti dia membangun kalau sudah ada Amdalnya. kita sepakat Rinjanji ini nyawanya orang Lombok," kata Bono.
Sebelumnya, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah meminta pada warga agar tidak takut berlebihan terhadap pembangunan kereta gantung Rinjani di Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah.
"Soal lingkungan, tidak selama pembangunan merusak lingkungan, seperti yang ada di China. Waspada dan hati-hati ya, tapi kita tidak perlu paranoid, seolah- olah modernitas salah dan harus kita tolak," kata Zul sapaan gubernur, Selasa (20/12/2022).