Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Natal: Momentum Memperkuat "Tepo Seliro"

Kompas.com - 26/12/2022, 05:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Masa kecil di Malang, Jawa Timur era 1970-an, begitu damai. Saat Tjiang Yung Tjam, sahabat saya merayakan Imlek kami begitu senang. Ketika Natal tiba, kami berbondong-bondong ikut mendatangi Gereja Hati Kudus Yesus di Kayutangan untuk memberi selamat kepada Diah, Ina, Santi Soemarto dan kawan-kawan lain yang beragama Kristen. Begitu pula saat saya, Agus Sartono dan Dwi Waluyo merayakan Idul Fitri, sahabat-sahabat saya yang beragama Kristen, Budha, Hindu atau Konghucu juga kompak ikut bergembira bersama” – (episode kehidupan penulis saat sekolah dasar)

Penggalan kenangan indah saat saya bersekolah di SD Kristen Merapi, Malang, Jawa Timur di paruh 1970-an, begitu mengesankan hingga sekarang ini.

Walau saya beragama Islam dan bersekolah di sekolah Kristen, tidak ada yang mengatakan saya “murtad” atau “kafir” seperti belakangan ini.

Usai pulang sekolah, jelang Magrib saya bersama teman-teman di Gang Batok, Malang meramaikan langgar untuk mengaji bareng. Shalat Magrib dan Isya selalu saya tunaikan secara berjamaah.

Bagi kami sudah biasa, memanjangkan ucapan “aamiin” sebagai pertanda eksitensi bocah-bocah di jajaran shaf paling belakang.

Saat ada tetangga yang beragama Kristen dan hendak pindah sekeluarga ke Ambon, Maluku, kami sekeluarga dan teman-teman di Gang Batok, Malang begitu bersedih sehingga kami bertangisan.

Saat ada tetangga yang berprofesi fotografer bernama Om Pho Yang sakit, kami kompak menjenguknya walau dia bermata sipit dan lebih fasih berbahasa Mandarin.

Pendidikan formal kami tempuh di sekolah, tetapi pendidikan keagamaan ditempah orangtua di rumah maupun di langgar.

Sedari kecil, kami dididik untuk menghormati semua teman yang berbeda keyakinan. Saling tolong menolong dan diajarkan untuk menghormati orang yang usianya lebih tua dari kita.

Walau saya dari keluarga Islam yang taat, tapi di sekolah saya selalu disayangi oleh guru yang bernama Ibu Panggabean. Beliau sangat “killer” karena begitu mengedepankan disiplin. Kuku kami tidak boleh panjang. Seragam sekolah yang kami kenakan harus rapi disetrika.

Saya begitu disayang karena bisa dengan cepat menemukan ayat yang diminta dalam Alkitab.

Saya kerap diminta memimpin doa di kelas, tentu dengan improvisasi doa yang saya cuplik dari ajaran mengaji di langgar. Guru saya tidak marah, tetapi malah senang.

Atmosfer saya, engkau dan kami “berbeda” begitu saya rasakan sejak masuk kuliah di Universitas Indonesia (UI) Kampus Salemba tahun 1986.

Senior-senior di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ada yang “mengindoktirnasi” agar kami ikut dalam kelompok “mereka”. Kita diajarkan bahwa kita “berbeda” dengan yang lain.

Sebagian kawan saya ada yang “terpikat”, tetapi sebagian lagi tetap kukuh dalam jiwa kebhinekaan.

Ketika kampus UI pindah ke Kawasan Depok tahun 1987, kegiatan mereka yang menempa dalam ekslusifitas kelompok semakin menguat. Demkian juga dengan kelompok agama yang lain, juga mengimbangi dengan kegiatan serupa.

Bagi saya dan teman-teman yang memilih jalan “berbeda” dengan mengedepankan solidaritas, toleransi dan “tepo seliro” kerap menyebut sebagai kelompok “Gubuk Derita”.

Kerap pula, kelompok mahasiswa yang ber-Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) pas-pasan tetapi berjiwa Merah Putih seperti saya ini juga, mengidentifikasikan sebagai bagian dari kelompok ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com