KOMPAS.com - Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono menjadi calon kuat sebagai Panglima TNI.
Saat dikonfirmasi, Yudo pun tidak menampik dan mengaku saat ini sedang mempersiapkan fit and proper test dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
"Kita tunggu saja, masih diajukan kemarin, katanya diajukan kata Mensesneg, kita tunggu saja tahap berikutnya," kata Yudo kepada awak media di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Kamis (24/11/2022).
Baca juga: KSAL Yudo Margono Diberi Gelar Warga Kehormatan Suku Baduy
Dilansir dari Tribunnews.com, Yudo lahir di Madiun, Jawa Timur, pada 26 November 1965. Dirinya menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) ke-27 sejak tanggal 20 Mei 2020.
Yudo diketahui alumnus Akademi Angkatan Laut (AAL) angkatan ke-XXXIII/tahun 1988.
Baca juga: TNI AL Gagalkan Penyelundupan 6 Ton Rumput Laut di Lembata
Perjalanan karier Yudo tergolong gemilang. Yudo dipercaya menjadi komandan kapal perang, antara lain KRI Pandrong-801, KRI Sutanto-877, dan KRI Ahmad Yani-351.
Tak hanya itu, prestasinya di lingkungan militer juga membuatnya dipercaya memegang jabatan strategis.
Baca juga: Diajukan Jadi Panglima TNI, KSAL Yudo Persiapkan Diri untuk Fit and Proper Test
Yudo pernah menjabat sebagai Komandan TNI Angkatan Laut (Lanal) Tual pada 2004-2008 dan Komandan Lanal Sorong pada 2008-2010.
Lalu, Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) I Belawan pada 2015-2016, Kepala Staf Komando Armada Republik Indonesia Wilayah Barat (Koarmabar) pada 2026-2017, dan Panglima Komando Lintas Laut Militer (Pangkolinlamil) pada 2017-2018.
Yudo lalu ditunjuk menjadi Panglima Komando Armada I 2018-2019, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I pada 2019-2020, dan akhirnya menjabat KSAL pada 2020 hingga saat ini.
Yudo sendiri sempat membeberkan awal mula dirinya terpanggil menjadi tentara untuk membela negara.
Dilansir dari Tribunnews.com, hal itu terungkap saat Yudo menghadiri acara Serbuan Vaksinasi TNI AL di Balai Samudra, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (2/11/2021).
Yudo menceritakan, saat itu dirinya harus menempuh perjalanan jauh dari Madiun ke Surabaya.
Yudo yang mengaku anak petani 'mleni' (tulen) juga harus mengeluarkan ongkos pulang-pergi naik bus serta untuk makan sehari-hari.
Perjuangannya tak sampai di situ, Yudo harus rela tidur di masjid selama proses pendaftaran karena dirinya tak punya kerabat di Surabaya.