BAGI Masyarakat awam, Kepulauan Bangka Belitung (Babel) identik dengan komoditas timah. Identifikasi tersebut tak lepas dari eksistensi pertambangan dan industri timah nasional yang berpusat di Babel sejak dulu.
Bahkan pertambangan bijih timah di Provinsi Kepulauan Babel sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah Bangsa Indonesia.
Berdasarkan data Peluang Investasi Timah Indonesia 2020, cadangan timah Indonesia merupakan terbesar ke-2 di dunia, yakni 17 persen dari total cadangan timah dunia, setelah China yang menguasai 23 persen cadangan timah dunia.
Menurut Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Juli 2020, sumber daya timah Indonesia sebagian besar berada di Kepulauan Babel, dengan jumlan mencapai 10,05 miliar ton dengan cadangan 6,81 miliar ton.
Faktanya memang demikian. Meskipun bukan sektor dominan, sektor pertambangan berperan cukup besar pada perekonomian Babel.
Data BPS memperlihatkan bahwa kontribusi sektor pertambangan pada PDRB Provinsi Babel tercatat sekitar 15 persenan, berada di urutan nomor tiga, setelah sektor pertanian dan sektor industri pengolahan.
Labih dari itu, dalam hasil penelitian Bappeda Babel dan ITB beberapa waktu lalu dinyatakan bahwa sektor pertambangan di Babel tidak saja berkontribusi positif pada pendapatan masyarakat, tapi juga bernilai strategis secara regional dan nasional.
Jadi sudah bukan rahasia lagi bahwa Babel merupakan pulau dengan cadangan timah terbesar. Meski sudah dikeruk lebih dari tiga abad sejak masa kejayaan Sultan Palembang pada 1671 hingga sekarang, cadangan timah di pulau ini sesungguhnya masih sangat berlimpah.
Bahkan, pada tahun 1800-an hingga 1900-an awal, produksi timah di kawasan ini adalah yang terbesar di dunia.
Dari perkembangan yang ada, sektor pertambangan timah memang telah banyak memberikan dampak perubahan di Kepulauan Babel, baik positif maupun negatif.
Mulai dari perbaikan kesejahteraan ekonomi, masalah lingkungan hidup, konflik sosial horisontal, rendahnya kepatuhan penambang terhadap regulasi, kerancuan otoritas perizinan yang terkait dengan tambang, hingga relasi politis pemilik modal tambang dan pemerintah.
Semua persoalan tersebut menambah buruk situasi tata kelola pertambangan di Babel yang menunjukkan bahwa selain dari aspek produksi timah yang dihasilkan, ada dampak lain yang dirasakan, terutama di tingkat lokal di daerah sekitar tambang.
Hal tersebut bisa terjadi karena secara faktual, jumlah produksi timah yang dihasilkan tidak hanya berasal dari produksi perusahaan timah yang resmi beroperasi dengan izin formal, tapi juga ada timah yang berasal dari aktivitas tambang timah inkonvensional, atau TI.
TI pada prinsipnya merupakan kategori tambang rakyat tanpa izin, namun cukup signifikan memberikan kontribusi pada produksi timah daerah.
Beberapa studi bahkan menunjukkan bahwa produksi timah dari TI nyaris setara dengan jumlah timah yang dihasilkan oleh tambang berizin.