SEMARANG, KOMPAS.com- Gerakan progresif Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI)-2 yang digelar di Semarang dibanjiri pujian dari berbagai pihak.
Mulai akademisi, aktivis, ulama, pemerintah, hingga muslimah di berbagai belahan dunia lainnya.
Delegasi ulama perempuan dari 31 negara yang hadir di ajang bergengsi itu mengakui eksistensi dan keberanian ulama perempuan Indonesia. Begitu pula perjalanan kiprah KUPI sudah sangat jauh.
Baca juga: Begini Kata Wagub Jateng dan Ulama Perempuan soal Praktik Sunat bagi Perempuan
Kepala Jurusan African Feminist Studies, University of Cape Town Fatima Seedat, bahkan menyebut KUPI sebagai pergerakan jenius yang meneguhkan peran perempuan sebagai khalifah di bumi.
“Sebuah pencapaian untuk ulama perempuan bisa memiliki otoritas dalam agama yang membawa maslahah. Kita harus merayakan gerakan ini dan pencapaian ini, untuk mengikuti langkah maju dan berani KUPI,” tegasnya kepada Kompas.com, Rabu (23/11/2022).
Ketua Network for Education, Empowerment, Development and Awareness (NEEDA) di India, Qutub Jahan Kidwai, juga memuji upaya KUPI mengkaji 5 isu utama yang menjadi perhatian Muslimah dunia dengan paradigma Islam.
Baca juga: 5 Isu Aktual Dibahas di Kongres Ulama Perempuan di Semarang, Salah Satunya Khitan Perempuan
Di antaranya pengelolaan sampah bagi keberlanjutan lingkungan, kepemimpinan perempuan dalam melindungi bangsa dari ideologi intoleran dan penganjur kekerasan, perlindungan perempuan dari kehamilan akibat perkosaan, pemaksaan perkawinan anak, dan pemotongan atau pelukaan genitalia perempuan atau sunat perempuan.
“Kami berkomitmen untuk membawa pesan-pesan dan semangat KUPI ini ke Asia Selatan,” tuturnya saat menghadiri jumpa pers.
Seorang peserta asal Malaysia, Rozana Isa sangat mengagumi pergerakan KUPI. Pasalnya, di negaranya, pergerakan perempuan mulimash yang progresif sulit diterima dan dianggap sesat.
“Pengalaman kami di Malaysia, saat ulama bicara soal agama cenderung tekstual dan kurang menyentuh permasalahan aktual, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan perempuan,” bebernya.
Sementara itu Majelis Musyawarah KUPI, Badriyah, menegaskan saat ini ulama KUPI tidak lagi bicara soal eksistensi. Akan tetapi sudah masuk ranah khidmat atau pengabdian muslimah dalam perannya masing-masing.
“Kita tidak bicara eksistensi lagi, tapi peran, bagaimana perempuan berkhidmat di tempat masing-masing untuk mewujudkan peradaban yang berkeadilan,” pungkas perempuan yang juga menjabat Wasekjen MUI itu.
Acara dengan total 1.600 peserta itu dibuka oleh Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen dengan menabuh rebana bersama para petinggi KUPI di Auditorium UIN Walisongo.
Yasin mengapresiasi KUPI yang telah memilih Jateng sebagai tuan rumah kongres ulama perempuan satu-satunya di Indonesia. Ia berharap, KUPI-2 mampu melahirkan resolusi untuk mengatasi permasalahan perempuan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.