Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nama Suku Dayak Tenggalan Tak Ada di Perda, Warga Protes: Kami Bukan Pendatang

Kompas.com - 17/11/2022, 06:00 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Khairina

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Puluhan masyarakat Adat Dayak Tenggalan, mendatangi kantor DPRD Nunukan, Kalimantan Utara, memprotes nihilnya nama Suku Tenggalan di Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat, Rabu (16/11/2022).

Dengan mengenakan pakaian adat yang terbuat dari kulit kayu bergambar tameng dan bunga raya, puluhan masyarakat membentangkan spanduk bertuliskan ‘meminta ketegasan Pemerintah Kabupaten Nunukan, untuk mengakui keberadaan suku Dayak Tenggalan, agar segera diperdakan’.

Baca juga: Telingaan Aruu, Tradisi Kuping Panjang Khas Suku Dayak yang Mulai Ditinggalkan

Spanduk dengan logo Dayak Tenggalan tersebut, juga mencantumkan kode suku 60283, dan kode bahasa 03050, dengan diorama foto yang menggambarkan sejarah panjang Dayak Tenggalan.

‘’Para tetua adat dan pengurus Lembaga Adat, menginginkan adanya revisi dan evaluasi bagi Perda Nomor 16 Tahun 2018. Atau agar Perda dimaksud, dicabut saja, ketimbang menimbulkan protes atau gejolak bagi masyarakat hukum adat,’’ujar Ketua Lembaga Adat Dayak Tenggalan, Provinsi Kaltara, Yakung Balisi.

Yakung menegaskan, Dayak Tenggalan menginginkan perlakuan yang sama dengan etnis Dayak lain.

Tenggalan memiliki sejarah panjang dan keberadaan mereka merupakan pribumi asli Kalimantan yang tidak bisa terbantahkan.

Sejumlah hikayat turun temurun di tanah Borneo, semua mengenal istilah ‘Ulun Tenggalan’ yang biasa diucapkan leluluhur Dayak, yang berarti ‘Kami adalah Dayak Tenggalan’.

‘’Meskipun setiap logat dan bahasa Dayak sering diucapkan berbeda, ada Tengaran, Tegalan, Tinggalan, kami tetap Tenggalan. Keberadaan kami tidak bisa ditiadakan, apalagi kami juga ikut berjuang mengusir Belanda dari NKRI,’’tegasnya.

Baca juga: Upaya Pelestarian Bahasa Nenek Moyang, Suku Dayak Agabag Miliki Alkitab Berbahasa Dayak Agabag

Yakung juga menantang siapapun untuk beradu bukti otentik yang bersejarah, yang semua bukti akan menunjukkan betapa tuanya keberadaan mereka di tanah Borneo Kalimantan.

‘’Saya lahir tahun 1954, artinya sudah 68 tahun usia, saya masih selalu ingat orangtua saya menegaskan bahwa kami adalah suku Tenggalan,’’lanjutnya.

Ia selalu mengingat kisah perjuangan Raja Tenggalan, Raja Tali, yang dipenjara setelah membunuh Belanda di wilayah yang saat ini disebut sebagai Sebuku, Sembakung, Sembakung Atulai, Lumbis, dan Tulin Onsoi.

Demikian juga tokoh Tenggalan lain yang semuanya menunjukkan eksistensi Tenggalan di masa lalu.

Perwakilan Masyarakat Adat Tenggalan dari Kabupaten Malinau, Jonathan, mengaku prihatin dengan nasib saudaranya yang seakan sejarahnya hendak dilupakan dan dikucilkan.

‘’Saya keluar rumah menangis mengingat perlakuan yang diderita para saudara kami. Tolong camkan! Kami bukan pendatang, mengapa kami diperlakukan seakan akan pendatang? Kami dayak, satu orang sakit, semuanya ikut sakit,’’katanya.

Demikian juga Kepala Adat Besar Tenggalan Kabupaten Nunukan, Donal, ia mempertanyakan sistem kajian Perda yang tidak mencantumkan nama Tenggalan di antara lima nama Dayak lainnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com