LAMPUNG, KOMPAS.com - Kasus pencemaran Pesisir Lampung masih belum tuntas sejak tahun 2020. Ini menjadi tanda tanya besar atas keseriusan pemerintah dalam penanggulangan limbah.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung Irfan Tri Musri mengatakan, kasus pencemaran limbah oli atau minyak selama tiga tahun sejak 2020-2022 belum tuntas.
"Tidak ada sanksi bagi perusahaan yang menjadi penyebab pencemaran laut itu," kata Irfan saat dihubungi, Rabu (5/10/2022).
Baca juga: Ribuan Mangrove di Pesisir Lampung Timur Terdampak Pencemaran Limbah Hitam
Padahal, dalam kasus terbaru yang terjadi di Pesisir Timur Lampung, PT Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatra (PHE OSES) sudah mengakui pencemaran terjadi lantaran kebocoran pipa bawah laut mereka.
Berdasarkan catatan Walhi Lampung, telah terjadi empat kali pencemaran limbah oli atau minyak di Pesisir Lampung sejak tahun 2020-2022.
"Karakter limbah sama persis, hitam dan menyerupai oli atau minyak," kata Irfan.
Di tahun 2020, pencemaran terjadi di Pesisir Timur Lampung.
Tahun 2021 pencemaran terjadi secara masif dengan lima kabupaten terdampak, yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pesisir Barat.
Lalu tahun 2022 terjadi dua kali peristiwa yakni di Teluk Bandar Lampung dan Pesisir Timur Lampung.
Mengingat bahaya dampak pencemaran bagi ekosistem laut ini, Walhi Lampung pun meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan audit lingkungan secara komprehensif.
"Kita minta KLHK segera melakukan audit lingkungan pasca pencemaran limbah karena termasuk limbah bahan berbahaya (B3) yang bisa merusak ekosistem dan biota laut," kata Irfan.
Audit ini diperlukan untuk mengetahui sejauh dan seberapa besar dampaknya bagi lingkungan.