SEMARANG, KOMPAS.com- Lumpia dikenal sebagai kuliner khas Kota Semarang. Siapa sangka, makanan yang melegenda satu ini ternyata merekam sebuah kisah cinta antara pemuda etnik Tionghoa dan pribumi Jawa.
Berawal dari kisah cinta dua insan inilah, lalu tercipta resep makanan ringan sederhana yang dikenal dengan lumpia dan bertahan hingga sekarang.
Dalam sejarahnya, pada pertengahan abad ke-19 lalu, laki-laki kelahiran Fujian (Hokkian), di daratan Tiongkok, bernama Tjoa Thay Joe datang ke Indonesia dan memutuskan untuk menetap di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Baca juga: Lumpia Burger, Jajanan Unik di Kota Semarang yang Mengolaborasikan Makanan Lokal dan Barat
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dirinya membuat dan menjual makanan khas Tiongkok, yang berupa makanan pelengkap berisi daging babi dan rebung.
Saat berjualan di pasar, Tjoa Thay Joe bertemu seorang wanita kelahiran Semarang, Mbok Wasih namanya.
Konon, Mbok Wasih juga menjual makanan serupa. Bedanya, isiannya dilengkapi dengan kentang dan udang yang bercitra rasa manis.
Tidak lantas bersaing, mereka berdua justru saling memadu kasih hingga menikah.
Baca juga: Pusat Pembuatan Kulit Lumpia Khas Semarang, Ada sejak 20 Tahun Lalu, Sehari Produksi Ribuan Lembar
Sehingga, mereka juga memadukan makanan tersebut. Isinya tidak lagi daging babi, melainkan udang yang dicampur dengan rebung.
Dari olahan itu lah, kini lumpia khas Semarang sudah turun menurun hingga generasi keempat.
Hal tersebut disampaikan oleh pengelola kedai Lunpia Gang Lombok generasi keempat, Purnomo Usodo.
Lelaki dengan sapaan Pak Untung itu membenarkan, jika lumpia lahir dari kisah cinta antara pemuda Tionghoa dan Jawa.
"Iya memang betul itu awal mulanya dari situ. Mbok Wasih dari Jawa menikah dengan orang Tiongkok, Tjoa Thay You. Nah itu Mbahnya Papi saya," jelas Untung saat ditemui Kompas.com, Jumat (9/9/2022).
Untung menyebut, dulunya Tjoa Thay You dan Mbok Asih menjualkan lumpia dengan berkeliling dari sudut ke sudut kota Semarang.
Hingga akhirnya, mereka mendapat tempat persinggahan di sudut Gang Lombok, kawasan Pecinan Semarang yang masih bertahan hingga sekarang.
"Dulu jualannya masih keliling muter-muter di Semarang. Setelah dapet tempat sini, nongkrong di sini, sampai sekarang," tutur Untung.
Lebih jelas, Untung menuturkan, citra rasa dan resep lumpia yang digagas sejak ratusan lalu masih dipertahankan hingga saat ini.
Tak heran, banyak masyarakat lokal, luar kota, bahkan mancanegara memburu lumpia legendaris satu ini.
"Berdirinya sekitar tahun 1800-an, saya tidak tahu persisnya tahun berapa. Tapi generasi keempat ini tidak berubah, masih sama. Kita ngikut yang dulu, karena rasanya khas," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.