AMBON, KOMPAS.com - Kebijakan Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua melantik dr Abdul Muthalib Latuamury Direktur RSUD Masohi, Maluku Tengah, menuai kontroversi.
Pasalnya, dr Abdul Muthalib merupakan mantan narapidana kasus korupsi yang sebelumnya pernah menjabat sebagai direktur RSUD Masohi.
Abdul Muthalib dilantik Bupati Maluku Tengah di Desa Besi, Kecamatan Seram Utara, pada 12 Agustus 2022. Saat itu, Bupati Tuasikal Abua sedang mengunjungi desa itu.
Selain Abdul, Tuasikal Abua juga melantik Indriani Said sebagai Kepala Bidang Kesbangpol Kabupaten Maluku Tengah.
Pelantikan Direktur RSUD Masohi itu menuai kontroversi karena Abdul Muthalib pernah terjerat kasus korupsi proyek pengadaan alat kesehatan dengan kerugian Rp 2,819 miliar pada 2013.
Akibat perbuatannya itu, Abdul Muthalib dihukum selama lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Atas putusan pengadilan terkait kasus pada 2013 itu, Bupati Maluku Tengah memecat Abdul Muthalib sebagai aparatur sipil negara (ASN). Tak terima dengan keputusan itu, Abdul melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon.
PTUN mengabulkan permohonan Abdul Muthalib sehingga keputusan pemecatan sebagai ASN gugur demi hukum.
Baca juga: Pohon Tumbang Tutup Badan Jalan di Maluku Tengah, Arus Lalu Lintas Terganggu
Pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Fahri Bachmid mengatakan, pelantikan Abdul Muthalib yang merupakan mantan koruptor itu melanggar etika.
“Secara etika sangat tidak pantas, oleh karena yang bersangkutan (Abdul Muthalib) telah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan hukuman lima tahun penjara sesuai putusan kasasi MA,” kata Fahri Bachmid kepada Kompas.com, Kamis (8/9/2022).
Secara hukum, Bupati Tuasikal Abua boleh saja melantik Abdul Muthalib sebagai Direktur RSUD Masohi.
“Menjadi janggal oleh karena pemberhentian yang dilakukan oleh Bupati Maluku Tengah pada saat itu sangat lemah karena tidak melalui pertimbangan pejabat yang berwenang yaitu Sekda, sehingga PTUN berpendapat PTDH atas diri terpidana cacat prosedur, itu pangkal masalahnya,” ungkapnya.
Fahri mengaku bingung, kenapa Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua saat itu mengambil keputusan pemecatan tanpa mempertimbangkan aspek lainnya.
“Saya tidak paham, kenapa sampai bupati sengaja membuat SK pemberhentian yang lemah seperti itu,” katanya.
Fahri menilai, meski pengangkatan Abdul Muthalib sebagai direktur RSUD tak menyalahi hukum, keputusan itu dinilai menabrak norma dan etika pemerintahan.
“Jadi kesimpulannya walaupun yang bersangkutan menang di PTUN Ambon, tetapi secara etis tidak pantas dipromosikan oleh bupati, karena secara moral bermasalah,” ujarnya.