Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Ma’ruf, Ph.D
Dosen Universitas Paramadina

Dosen Universitas Paramadina. Peneliti Pancasila dan Isu-Isu Kontemporer.
Direktur Real Thinkers Institute (RTI).

Papua, Moderasi Pembangunan Manusia Seutuhnya

Kompas.com - 02/09/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AGUSTUS 2022 telah lewat. Setelahnya masuk September dan seterusnya. Papua akan saya tinggalkan. Tapi tidak pernah akan saya lupakan.

Banyak hal yang belum saya ketahui. Lembah, gunung, bukit, hutan, pantai, dermaga, kota, desa, suku, gedung, jalan berkelok, cuaca, budaya dan yang terutama adalah orang-orangnya.

Orang dan cara pandangnya adalah penting, karena pusat seluruh realitas Papua di sana. Tapi orang modern, biasanya hanya tertarik dengan alam yang berpotensi ekonomi.

Kandungan emas, ikan, satwa, rempah-rempah, apa saja yang menghasilkan kekayaan, akan diekploitasi.

Hasilnya akan dinikmati, pesta pora di tempat lain. Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, Jerman, Jepang dan USA adalah sederet negara yang pernah lalu lalang bisnis dan bertempur di Papua. Sementara alam dan orang Papua dilihat sambil lalu.

Indonesia, negara baru, ingin tampil beda. Mencoba menarik garis tegas. Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, artinya kemerdekaan orang-orang yang tinggal di seluruh wilayah bekas jajahan Belanda.

Hatta memberi catatan, untuk orang Papua biarkan memilih sendiri, karena bangsa melanisia bukan bangsa melayu.

Tapi Sukarno berpikir ideologis, wilayah Papua tidak berbeda dengan wilayah lain yang mengalami kolonialisme, karenanya menjadi tarjet pembebasan. Artinya tanah Papua harus menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Melalui manuver pertempuran Arafuru menggugurkan Komodor Yos Sudarso dan tenggelamnya KRI Matjan Tutul, serta upaya diplomasi, akhirnya tanah Papua Nugini berhasil dipecah menjadi dua.

Pulau utara Australia ini sebelah timur menjadi Papua Nuginie (PNG), menginduk menjadi persemakmuran kerajaan monarki Inggris.

Sebelah barat, menjadi Irian, atau Indonesia anti Nedherland. Ditambah Jaya oleh Suharto, Irian Jaya. Kembali menjadi Papua oleh Gusdur hingga sekarang.

Papua, satu kerabat ras dan suku dipisah oleh konsep modern bernama negara Indonesia dan Papua Nugini.

Tapi Papua itu apa, problemnya apa? Inilah yang menjadi pertanyaan pemerintah Indonesia, ilmuan, LSM, orang Papua, agamawan dan orang seperti saya.

Apakah problem utama karena tidak ikut konggres 1928, satu nusa, bangsa dan bahasa. Atau tidak ikut sidang BPUPKI? Mari kita belajar bersama.

Papua yang sampai ke kita, setidaknya merujuk pada enam hal. Nama orang, tempat, kemiripan, bahasa, budaya, antikolonialisme dan Pancasila. Cikal analisa tentang Papua, banyak atau sedikit akan terpengaruh tujuh hal tersebut.

Sementara bahasa adalah fakta bukti budaya, sejarah serta cermin keyakinan, pandangan umum tentang dunianya. Tapi bahasa tidaklah independen, manusialah yang utama, sang pemberi makna.

Keindahan alam di Wamena, Papua.Shutterstock/Ronaldy Irfak Keindahan alam di Wamena, Papua.
Teori bahasa

Papua berasal dari bahasa melayu (hitam kulit, ramput keriting). Berasal dari bahasa Biak, ‘sup-i-papwah', tanah di bawah matahari terbenam.

Orang Biak yang berada di posisi teluk cendrawasih menyaksikan Pulau sebelah barat, tempat Matahari terbenam. Teori ini terkesan puitik.

Teori kemiripan

Pelaut Spanyol, Ynigo Ortiz de Retes tahun 1545 konon yang mengenalkan nama Pulau Papua. Tentu tidak ada plang nama pada saat itu yang bisa dijadikan petunjuk wilayah.

Dia mengasosiasikan, melihat orang Papua seperti orang Afrika di pesisir Guinea. Guinea sendiri merupakan sebuah negara di Afrika Barat, koloni PErancis. Disatukanlah apa yang di lihat di Afrika dan pulau yang baru di temukan, Papua New Guinea.

Papua dijadikan satu frase dengan New Guinea, artinya koleksi baru petualangan daerah taklukan. Niew Guinea (Belanda), New Guinea (Inggris).

Setelahnya, pelaut Portugis, Antonio d'Arbreu tahun 1551 mengunjungi pantai barat Papua, mencatatkan nama Papua dalam peta pelayaran dunia. Begitu versi sejarah kolonial tentang Papua.

Siapa penguasa, dialah pembuat sejarah, penguasa nasib para penghuninya, berikut “tetenger” (tanda-tandanya).

Teori kemiripan berbasis pada analogi, bisa menjadi argumen tapi tidak terlalu kuat. Di sana mirip, di sini mirip, orang Afrika Barat Guinea mirip orang yang tinggal di utara benua Australia, Papua.

Kemiripan ciri fisik hal utama. Para petualang kolonial memang membawa semangat ideologi empirisme dan berbasis pada kenikmatan empiris.

Meneliti dengan teori ini tidak akan keluar terlalu jauh dari kesimpulan nilai empiris, antropologi-sosiologi teori dan metode empiris.

Like father like son, di mana teori awalmu dipakai, di situ kesimpulanmu berakhir. Sejauh mencari emas dan harta karun, sejauh itu makna akan berhenti. Ujung dari petualangan kolonial (see where the gold and money flow).

Teori nama tempat

Papua merujuk pada orang dan tempat di kepulauan Raja Ampat, pesisir barat Papua, Gugusan pulau berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung Pulau Papua. Bersumber dari pendatang Spanyol dan Portugis abad 16.

Teori antikolonial (Post-colonial)

Nama Papua, dipahami Sukarno sebagai daerah taklukan kolonial Belanda. Sukarno memposisikan Indonesia sejajar dengan penguasa kolonial sebelumnya.

Oleh karena itu, Sukarno ingin bangsa Indonesia membuat sejarah baru, dengan memberi nama baru, Irian, 'Ikut Republik Indonesia Anti Netherland'.

Jika Belanda dan negara kolonial yang berjarak ribuan kilometer memberi nama dan membuat sejarah Papua, kenapa bangsa Indonesia tidak.

Selanjutnya nama Irian diusulkan Frans Kaisiepo dalam konferensi Malino 1946, nama Netherland Niew Guinea bekas jajahan Belanda, dibebaskan menjadi Irian.

Secara yuridis, gambar Frans Kaisiepo pada uang Rp 10.000 simbol legal historis teori antikolonial. Berlaku hingga sekarang.

Ada yang berpendapat, menurut Sukarno, Irian adalah bagian dari wilayah kerajaan Majapahit. Kata Irian sendiri berasal dari bahasa Biak, Iryan, sinar matahari yang menghalangi kabut di laut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com