KUPANG, KOMPAS.com - Angka stunting atau kondisi gagal tumbuh anak di bawah 5 tahun di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), menurun drastis. Hal ini seperti yang disampaikan Bupati TTS Egusem Pieter Tahun.
Sebelumnya, menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting di Kabupaten TTS tertinggi di NTT, bahkan di Indonesia.
Egusem mengatakan, angka stunting di daerahnya turun dari 37,8 persen menjadi 29,8 persen.
Menurut Egusem, ada sejumlah strategi yang dilakukan untuk menurunkan angka stunting. Di antaranya yakni mengadakan kegiatan Forum Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Provinsi NTT untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs).
Baca juga: Upaya Mengentas Tingginya Angka Stunting di Timor Tengah Selatan
Dia menyebut, pola kerja kolaboratif ini sangat strategis untuk mencapai hasil yang diharapkan karena pendekatan yang digunakan adalah komprehensif.
"Yang kita lakukan ini yakni kerja kolaboratif dan tidak mengandalkan uang dari pemerintah," ungkap Egusem kepada Kompas.com, Kamis (1/9/2022).
Baca juga: Alasan Anak Bunuh Ibu Kandung di TTS, Kesal karena Tak Ada Makanan Saat Lapar
Pemerintah Kabupaten TTS, kata Egusem, baru saja menandatangi kesepakatan implementasi kerja sama multi pihak dalam bidang pertanian berkelanjutan bersama Yayasan Krisna Galensya dengan dukungan pihak Kementerian Kerjasama Pembangunan dan Ekonomi Pemerintah Jerman (BMZ) melalui proyek SDGs SSTC yang dijalankan oleh German International Cooperation (GIZ).
Egusem yakin, program kerja sama multi pihak itu ikut berkontribusi dalam penurunan angka stunting. Begitu juga dengan angka kemiskinan ekstrem di wilayah itu yang semula 27,87 persen menjadi 26,26 persen.
Egusem berharap, adanya kerja sama dengan sejumlah pihak bisa ikut membantu pembangunan di TTS dan terus menekan angka stunting dan kemiskinan ekstrem.