SEMARANG, KOMPAS.com - Di era saat ini, tidak banyak anak muda yang eksis melestarikan budaya Jawa, seperti wayang kulit.
Namun, seorang pemuda asal Semarang, Putranda Ekky Pradana, memilih menjadi perajin wayang kulit sebagai jalan tengah untuk mendapat penghasilan.
Ekky, sapaan akrabnya, menceritakan, mulai tertarik dengan dunia pewayangan saat dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).
Semasa kecil, pemuda lulusan Universitas Negeri Semarang (Unnes) jurusan Pendidikan dan Sastra Jawa itu mengaku, sering menonton pertunjukan wayang bersama kakek ataupun ayahnya.
Baca juga: Rumah Bripka RR Ajudan Irjen Ferdy Sambo di Tegal Kosong, Ini Sosoknya Menurut Tetangga
Tidak hanya itu, Ekky juga kerap membeli wayang sebagai koleksi barang di rumah.
“Dulu pengen punya wayang, tapi harus nunggu ada pertunjukan dulu. Anak kecil kan kalau suka pengen beli terus. Daripada menghabiskan uang, ya sudah coba bikin,” tutur Ekky, saat ditemui Kompas.com, pada Rabu (10/8/2022).
Berawal dari situ, Ekky menumpahkan keinginannya membuat wayang dari bahan kardus ataupun kertas karton.
Seiring berjalannya waktu, saat duduk dibangku sekolah menengah pertama (SMP), Ekky mulai mengenal wayang kulit melalui Sanggar Sobokartti.
“Dulu masih ada komunitas perajin wayang juga di Semarang, jadi bisa tanya-tanya. Karena awalnya memang suka, saya menggali terus,” ujar Ekky.
Hingga pada tahun 2014, Ekky mulai berani membuat wayang dengan bahan kulit asli.
Dirinya mampu membuat seluruh bagian wayang dengan cara manual. Artinya, tidak memakai mesin apapun.
Dengan itu, Ekky harus memperhatikan sejumlah hal sebelum membuat wayang kulit.
Pertama, dirinya membuat pola wayang di atas kertas. Setelah itu, barulah kulit kerbau dipotong sesuai pola wayang.
“Sebenarnya ada beberapa opsi pilihan, ada kulit sapi, kambing, atau kerbau. Kalau di pedhalangan, kulit yang bener-bener teruji itu ya kulit kerbau,” ungkap lulusan Unnes itu.
Baca juga: Geng ARMI 059, Pelaku Pembacokan di Semarang Ditangkap, Ternyata Masih di Bawah Umur
Ekky menuturkan, kulit yang sudah berpola itu lantas dipahat manual dengan alat pahat.
Tidak berhenti di situ, pahatan wayang kulit tersebut kemudian diwarnai menggunakan cat pigmen, ditambah motif ukiran dengan spidol khusus.
Menariknya, setiap wayang yang diproduksi Ekky memiliki kreasi motif ataupun warna yang berbeda-beda.
Lebih unik lagi, dirinya juga menambahkan potongan-potongan emas di beberapa bagian wayang.
“Kalau yang emas ini bisa diganti dengan kertas foil, tergantung pesanan. Setelah selesai, baru digabungkan dengan tuding (pegangangan wayang) dari tanduk kerbau,” kata Ekky sembari menunjukkan karyanya.