JAYAPURA, KOMPAS.com - Peredaran narkotika jenis sabu di Provinsi Papua rupanya sudah mencapai wilayah pegunungan yang sebagian besar wilayahnya sulit diakses transportasi darat.
Dengan harga jual yang tinggi, sabu di wilayah pegunungan Papua umumnya dikonsumsi oleh beberapa jenis pekerja, yang paling banyak adalah para penambang ilegal.
Diresnarkoba Polda Papua Kombes Alfian menjelaskan, jasa ekspedisi biasanya digunakan para pengedar untuk mengirim sabu masuk ke Papua.
"Narkotika ini masuk ke Papua dari Jakarta, Surabaya dan Makassar. Mereka biasa kirim pakai jasa pengiriman dan kargo kapal," ujar Alfian di Jayapura, Kamis (4/8/2022).
Baca juga: Lolos Pemeriksaan 3 Bandara, WNA Malaysia Ditangkap di Bali, Bawa Kapsul Sabu-sabu
Umumnya pengiriman narkotika di Papua masuk melalui Jayapura dan Mimika, setelah itu baru tersebar ke kabupaten lain.
Kemudian, untuk sampai ke wilayah pegunungan, para pengedar hanya memiliki opsi pengiriman dengan jasa ekspedisi penerbangan karena belum tersedia akses transportasi darat.
Mengenai jumlah pengguna, Alfian belum bisa memastikannya. Hanya ia meyakini cukup banyak pengguna sabu di pegunungan.
"Ini cepat sekali menyebarnya, pengaruh lingkungan sangat menentukan, lalu karena (sabu) barangnya kecil mudah dibawa dan mereka iuran untuk beli, sampai anak remaja sekarang sudah pakai," kata dia.
Baca juga: Jadi Pengedar Sabu, Buronan Kasus Skimming Senilai Rp 5 Miliar Ditangkap di Bali
Alfian menyebut beberapa profesi yang biasa menjadi konsumen sabu, seperti para sopir dan penambang ilegal.
Namun, menurutnya, konsumen terbesar sabu di pegunungan Papua adalah para penambang ilegal karena mereka memiliki kemampuan membeli cukup tinggi.
Hal ini diketahui karena Diresnarkoba Polda Papua pernah survei di dua lokasi tambang di Papua yaitu Yahukimo dan Boven Digoel.
"Kalau di daerah tambang Yahukimo itu harganya mulai dari Rp 6 juta sampai Rp 20 juta per gram, tergantung kualitas barang," kata Alfian.
Dari hasil survei tersebut, para penambang umumnya mengaku menggunakan sabu agar bisa bekerja lebih lama.
Tingginya harga jual sabu di wilayah pertambangan ilegal membuat transaksi tidak menggunakan uang tunai.
Menurut Alfian, para penambang biasanya membeli sabu dengan sistem barter, sama ketika mereka melakukan pembelian bahan pokok.