NUNUKAN, KOMPAS.com – Jalur Long Midang, Krayan–Ba’kelalan, Malaysia, akhirnya dibuka kembali setelah diblokir warga Adat Dayak Lundayeh sejak 5 Juli 2022.
Blokade jalan vital di perbatasan RI – Malaysia tersebut sebagai simbol protes masyarakat dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, atas mahalnya bahan pokok dan penting di sana.
Baca juga: Soal Ketersediaan Bahan Pokok, Gubernur Kaltara Minta Warga Krayan Sabar
Koordinator aksi blokade jalur perbatasan RI–Malaysia Yuni Sere mengungkapkan, tuntutan warga Krayan belum mendapat respon seperti yang diharapkan.
‘’Yang ada, masyarakat didatangi Polisi dan TNI. Kita berdiskusi masalah tidak bolehnya menutup jalur perbatasan. Pejabat Pemerintahnya gak ada yang melakukan kunjungan seperti saudara saudara kita TNI Polri,’’ujarnya, dihubungi, Rabu (2/8/2022).
Yuni Sere mengaku cukup miris dengan kepekaan dan respon dari pemerintah daerah.
Meski masalah jalur perbatasan butuh keputusan dua negara, seyogyanya sebagai pemerintah yang memiliki tanggung jawab atas kondisi masyarakatnya, melihat langsung dan membuka ruang diskusi dengan masyarakat.
‘’Karena respon yang diterima masyarakat tidak sesuai yang diharapkan. Lalu ada permintaan rekan-rekan TNI Polri juga untuk membuka jalur perbatasan. Masyarakat Krayan bilang, terserah saja. Silakan dibukalah situ. Syaratnya, perdagangan belum boleh jalan,’’tegasnya.
Pembukaan jalur Long Midang–Ba’kelalan, kata Yuni Sere, bisa diartikan sebagai sebuah kekecewaan terhadap sikap pemerintah daerah.
Dari sejak dahulu kala, barter barang, pertukaran budaya, saling berkunjung dan silaturahmi antarwarga perbatasan telah menjadikan hubungan sosial budaya demikian tertib dan terjaga.
Sesama warga perbatasan, Indonesia dan Malaysia saling menjual hasil panen, merayakan pernikahan dan pesta rakyat, sambil bergantian mengundang tanpa ada kendala berarti.
Sampai akhirnya muncul Pandemi Covid-19 dan muncul banyaknya aturan, sampai menghilangkan tradisi dan kebiasaan yang selama ini berlaku, termasuk perdagangan lintas batas.
Baca juga: ‘’Kalau Krayan Masih Dianggap Bagian NKRI, Mari Datang Lihat Situasi Langsung’’
Menurut Yuni Sere, tuntutan warga Krayan demikian sederhana. Sejak dulu, Krayan bermasalah dengan harga kebutuhan pokok.
Kondisi tersebut, kian parah manakala terjadi Covid-19 dan muncul regulasi menjaga ketersediaan barang pokok dan penting dengan adanya koperasi.
Belakangan, harga tetap tinggi meski Covid-19 melandai dan tradisi perdagangan lintas batas hilang begitu saja.
‘’Selama ini perdagangan tradisional yang membuat Krayan hidup. Harga kebutuhan tidak mencekik. Begitu muncul koperasi, kita katakan terjadi monopoli harga. Jadi masyarakat maunya emerintah mengembalikan kondisi seperti sebelum Covid-19. Bagaimana caranya? Itu yang kami katakan, silakan datang ke Krayan, kita berdiskusi. Tapi mana? Tidak ada pemerintah yang datang ke Krayan sejak kita lakukan aksi blokade,’’katanya kecewa.