DUA jam perjalanan dengan medan yang cukup berat dari Kota Jambi menuju ke Sungai Bahar di Kabupaten Muaro Jambi. Jaraknya hanya hampir 100 kilometer, tapi medan yang dilalui cukup menantang. Saya berhasil mewawancarai ayah dan ibu dari Brigadir Nofriyansyah Joshua Hutabarat yang belum pernah diwawancarai sebelumnya.
Berdasarkan keterangan resmi polisi, Brigadir Joshua (sering disingkat sebagai Brigadi J) tewas dalam baku tembak dengan seorang polisi lain di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022. Namun pihak keluarga meragukan keterangan itu karena adanya sejumlah kejanggalan.
Perjalanan saya dimulai dari Kota Jambi dengan menyusuri Jalan Lintas Timur Sumatera (Jalintim) ke arah selatan Pulau Sumatera. Saya bersama dengan tim dari program AIMAN, sebuah acara di Kompas TV yang tayang setiap Senin pukul 20.30 WIB malam hari.
Baca juga: Jadwal Otopsi Ulang Brigadir J Rabu Ini, 7 Anggota Keluarga Dilibatkan Langsung
Setelah sekitar 40 kilometer menyusuri Jalan Lintas Timur Sumatera yang mulus aspalnya, kami berbelok ke wilayah eks transmigrasi, ke arah Kecamatan Sungai Bahar di Kabupaten Muaro Jambi. Dari sinilah "perjuangan" dimulai. Sekitar 40-50 kilometer berikutnya, kami harus menyusuri jalan dengan medan sebagian tanah dan sebagian lagi aspal yang rusak dan berlubang. Betul-betul mobil dan isi perut terkocok maksimal. Terkadang hingga keringat dingin muncul, akibat rasa mual yang coba ditahan.
Beruntung kami semua sudah makan terlebih dahulu. Bisa dibayangkan masuk ke wilayah jalan ini dengan perut kosong.
Setelah menyusuri melewati lembah, sungai, dan sumur eksplorasi Pertamina, tibalah kami di sebuah kota kecil di tengah kampung eks transmigrasi bernama Kecamatan Sungai Bahar.
Kami melihat sebuah kompleks sekolah dasar (SD). Di kompleks ini ada sebuah rumah yang ditempati seorang guru SD bernama Rosti Simanjuntak. Rosti sudah puluhan tahun jadi guru SD 074 Sungai Bahar.
Rosti adalah ibunda dari Brigadir Polisi Nofriyansyah Joshua Hutabarat. Rosti bersedia untuk diwawancara. Saat itu, tidak hanya ada Rosti, tetapi seisi rumah mungil guru SD di lingkungan sekolah itu. Ada sejumlah bibi Joshua, adik dan kakak Joshua juga ada.
Joshua merupakan putra pertama Rosti. Joshua memiliki satu kakak perempuan, dan dua adik, masing-masing perempuan dan laki-laki. Adik laki-lakinya bernama Reza Hutabarat. Reza juga anggota polisi dan baru saja dipindahkan untuk bertugas di Polda Jambi.
Saya beberapa kali melihat Reza membantu bibi dan ibunya untuk berkoordinasi dengan keluarga. Sesekali Reza juga membantu menenangkan sang ibu yang masih dirundung kesedihan.
Saya berkeliling di rumah keluarga Brigadir Joshua, melihat satu per satu foto mendiang Joshua. Ada satu foto yang membuat saya tersentak, saat dia memegang senapan otomatis laras panjang lengkap dengan rangkaian pelurunya menjulang panjang.
Saya tanyakan ke ayahnya soal foto ini. Sang ayah menceritakan bahwa Yosua adalah lulusan terbaik sekolah Brimob di Watukosek, Pasuruan, Jawa Timur. Dia juga merupakan penembak jitu yang beberapa kali ditempatkan di sejumlah daerah konflik untuk keperluan pengamanan.
Saya mencoba untuk merangkai keterangan yang disampaikan polisi sebelumnya, yaitu bahwa Joshua menembak tujuh kali ke arah Bharada Eliezer tetapi tidak mengenai sasaran sekalipun. Sementara tamtama Bharada Eliezer menembak hanya lima kali dan semua tembakannya mengenai tubuh Joshua.
Ada pula cerita soal peti mati Brigadir Joshua yang tidak boleh dibuka saat pertama kali tiba di rumah duka. Bagaimana sesungguhnya cerita ini dan bagaimana bisa tersebar video yang menunjukkan pelarangan itu, padahal semua ponsel dilarang untuk digunakan kala itu?
Salah satu bibi Yosua, Rohani Simanjuntak mengatakan bahwa ada kerabatnya yang lain, yang diam-diam merekam situasi itu, dari bagian belakang tubuhnya, tepatnya sejajar dengan lutut. Akhirnya lengkaplah gambar tersebut dan langsung disebarkan ke seluruh keluarganya.