NUNUKAN, KOMPAS.com – International Organization of Migration (IOM) Indonesia di Nunukan Kalimantan Utara, mencatatkan 11 orang yang diduga menjadi korban perdagangan manusia atau human trafficking, sepanjang 2021 – 2022.
Field Facilitator IOM Indonesia di Nunukan Muhammad Hidayat Hasan mengatakan, terdapat tren perekrutan lewat digital yang ternyata lebih rapi dan efektif dalam menjaring calon korbannya, dibanding cara manual.
‘’Kami warning bagi masyarakat, hati-hati dengan tawaran kemudahan dalam bekerja. Waspada untuk registrasi di lowongan tenaga kerja yang memberikan kemudahan tanpa adanya proses sebagaimana wajarnya, melalui Dinas Tenaga Kerja,’’ujarnya, Rabu (20/7/2022).
Baca juga: Mau Selundupkan 16 PMI Ilegal ke Malaysia, 7 Pelaku Perdagangan Orang Ditangkap Polres Bintan
Kasus 11 korban yang ditangani IOM Indonesia, semua merupakan rekrutan melalui Facebook.
Mereka ditawarkan bekerja di ladang sawit di Kota Samarinda Kalimantan Timur.
Setelah itu, mereka diterima begitu saja dan ditampung di wilayah Sampit.
Dari sana, 11 orang tersebut lalu dibawa melalui jalur darat tembus ke wilayah Seimanggaris Nunukan.
‘’Sebenarnya sampai di perbatasan RI – Malaysia, mereka minta pulang karena setahu mereka pekerjaan ada di Samarinda bukan Malaysia. Tapi mereka diancam agar mengembalikan uang yang menjadi biaya transportasi dan pendaftaran kerja, sebesar RM 2000, atau sekitar Rp 7 juta per orang,’’tuturnya.
Dengan terpaksa, karena mereka tidak punya uang, mereka pasrah dan bekerja di Malaysia secara ilegal.
Tidak terima gaji
Selama bekerja di wilayah Sabah Malaysia, mereka ternyata tidak pernah menerima gaji.
Keseharian mereka hanya mengandalkan jatah beras perusahaan dan mencoba bertahan hidup dengan menjual apapun yang bisa laku.
‘’Saat terima gajian, mereka hanya diberi amplop kosong. Begitu bertanya ke kantor perusahaan, dijawab bahwa gajinya sudah diambil pengurus, karena mereka masih berutang RM 2000,’’katanya lagi.
Kondisi tersebut, membuat mereka sangat tertekan.