Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mediasi Petani Plasma yang Dibayar Rp 50.000 Per Hektar Gagal, Perusahaan Tolak Tanda Tangani Kesepakatan

Kompas.com - 29/06/2022, 12:18 WIB
Hendra Cipta,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com - Mediasi antara petani plasma dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) gagal.

Mediasi yang difasilitasi DPRD Kalbar dengan menghadirkan petani plasma, perusahaan dan Dinas Perkebunan Mempawah itu sebenarnya telah menyimpulkan sejumlah poin.

Salah satu di antaranya adalah kedua pihak akan merevisi perjanjian plasma paling lambat 14 hari setelah mediasi dilakukan.

Baca juga: Selama 12 Tahun Dibayar Rp 50.000 per Hektar, Petani Plasma: Dijajah di Tanah Kami Sendiri

"Pada poin itu sudah sepakat, tapi saat diminta menandatangani berita acara, pihak perusahaan menolak," kata Anggota DPRD Kalbar Heri Mustamin, Rabu (29/6/2022).

Jalannya mediasi berlangsung alot. Petani meminta perusahaan adil dalam memberikan hasil kebun sementara perusahaan bersikukuh telah membagikan hasil secara adil.

"Kami sebenarnya kecewa juga, karena dokumen baru dibuka perusahaan pada saat mediasi sudah mau selesai," ucap Heri.

Anggota DPRD Kalbar yang lain Ermin Elviani menilai, perusahaan tidak menghargai lembaga karena menolak tanda tangan kesepakatan mediasi yang telah disetujui bersama.

Menurut Ermin, setelah ini, DPRD Kalbar telah merekomendasikan agar persoalan tersebut diselesaikan Pemkab Mempawah.

"Perusahaan tidak menghargai lembaga kami dan semua pihak yang hadir dalam rapat mediasi itu,” kata Ermin.

Baca juga: Asian Agri Bagikan Premi Rp 3,6 Miliar untuk 30.000 Petani Plasma

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalbar Suib menilai, perusahaan harus melibatkan koperasi sebagai kepanjangan tangan petani untuk melakukan pengawasan.

"Keterbukaan perusahaan sangat perlu, terutama melibatkan koperasi sebagai kepanjangan petani, supaya hitung-hitungannya bisa diakses oleh semua pihak yang berkepentingan," kata Suib.

Suib juga mendorong petani bisa berdiksusi dengan kepala dingin agar segera mencapai kesepakatan.

"Kedua belah pihak harus tawar-menwar kepentingan, pendapatan petani tidak rendah, tapi perusahaan juga tidak rugi," ungkap Suib.

Sementara itu, Humas dan Manajer CSR PT Peniti Sungai Purun (PSP) HPI Agro Paulus menolak memberikan keterangan saat ditemui di sela-sela proses mediasi.

Baca juga: Keluh Kesah Petani Kelapa Sawit di Sumut Saat Harga TBS Anjlok ke Rp 800 Per Kg

Perwakilan petani plasma, Zailani mengatakan, lahan yang diserahkan masyarakat kepada perusahaan adalah lahan adat untuk dikelola secara adil. Tapi nyatanya, perusahaan curang.

"Dalam perjanjian 70:30. Petani dapat 30 persen. Tapi nyatanya perusahaan potong lagi bagi hasil petani 55 persen," terangnya.

Tindakan perusahaan tersebut dinilai sangat tidak rasional dan merugikan petani. Ditambah lagi, keingkaran perusahaan membayar plasma per hektar hanya Rp 50.000 per hektar.

"Setelah ribut-ribut baru dinaikkan jadi Rp 100.000," terangnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dibutakan Dendam, Suami Siri di Semarang Tusuk Istri di Rumah Majikan

Dibutakan Dendam, Suami Siri di Semarang Tusuk Istri di Rumah Majikan

Regional
Airin dan Mantan Bupati Pandeglang Daftar Jadi Bacagub Banten lewat PDI-P

Airin dan Mantan Bupati Pandeglang Daftar Jadi Bacagub Banten lewat PDI-P

Regional
Polres Siak Pasang Stiker 'Cahaya' pada Truk di Jalan Tol Permai

Polres Siak Pasang Stiker "Cahaya" pada Truk di Jalan Tol Permai

Regional
2 Residivis Jambret di 7 TKP Diringkus di Pekanbaru

2 Residivis Jambret di 7 TKP Diringkus di Pekanbaru

Regional
10.700 Vaksin Hewan Penular Rabies Diperkirakan Tiba di Sikka Awal Mei

10.700 Vaksin Hewan Penular Rabies Diperkirakan Tiba di Sikka Awal Mei

Regional
Bermesraan, 4 Pelanggar Syariat Islam di Banda Aceh Dicambuk 17 Kali

Bermesraan, 4 Pelanggar Syariat Islam di Banda Aceh Dicambuk 17 Kali

Regional
Bupati HST Minta Kader PKK Tingkatkan Sinergi dengan Masyarakat dan Stakeholder

Bupati HST Minta Kader PKK Tingkatkan Sinergi dengan Masyarakat dan Stakeholder

Regional
Bupati Ipuk Raih Satyalancana, Pemkab Banyuwangi Jadi Kabupaten Berkinerja Terbaik se-Indonesia 

Bupati Ipuk Raih Satyalancana, Pemkab Banyuwangi Jadi Kabupaten Berkinerja Terbaik se-Indonesia 

Regional
RSUD dr R Soetijono Blora Luncurkan “Si Sedap”, Bupati Arief: Lakukan Terus Inovasi dan Terobosan Layanan kesehatan

RSUD dr R Soetijono Blora Luncurkan “Si Sedap”, Bupati Arief: Lakukan Terus Inovasi dan Terobosan Layanan kesehatan

Regional
Skenario Golkar, Siap Jadi Wakil jika Bambang Pacul Maju di Pilkada Jateng 2024

Skenario Golkar, Siap Jadi Wakil jika Bambang Pacul Maju di Pilkada Jateng 2024

Regional
Kisah Adi Latif Mashudi, Tinggalkan Korea Selatan Saat Bergaji Puluhan Juta Rupiah demi Jadi Petani di Blora (Bagian 1)

Kisah Adi Latif Mashudi, Tinggalkan Korea Selatan Saat Bergaji Puluhan Juta Rupiah demi Jadi Petani di Blora (Bagian 1)

Regional
Bawaslu Bangka Belitung Rekrut 141 Panwascam, Digaji Rp 2,2 Juta

Bawaslu Bangka Belitung Rekrut 141 Panwascam, Digaji Rp 2,2 Juta

Regional
Polemik Bantuan Bencana di Pesisir Selatan, Warga Demo Minta Camat Dicopot

Polemik Bantuan Bencana di Pesisir Selatan, Warga Demo Minta Camat Dicopot

Regional
Pengakuan Pelaku Pemerkosa Siswi SMP di Demak, Ikut Nafsu Lihat Korban Bersetubuh

Pengakuan Pelaku Pemerkosa Siswi SMP di Demak, Ikut Nafsu Lihat Korban Bersetubuh

Regional
Raih Peringkat 2 dalam Penghargaan EPPD 2023, Pemkab Wonogiri Diberi Gelar Kinerja Tinggi

Raih Peringkat 2 dalam Penghargaan EPPD 2023, Pemkab Wonogiri Diberi Gelar Kinerja Tinggi

Kilas Daerah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com