PEKANBARU, KOMPAS.com - Larangan kebijakan ekspor crude palm oil (CPO) 28 April 2022 lalu membuat harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit turun drastis.
Persoalan ini menjadi perhatian Anggota DPR RI asal Riau, Abdul Wahid. Wakil rakyat ini mengaku banyak mendapat keluhan dari para petani dan pengurus koperasi sawit.
"Kondisi harga sawit semakin mengkhawatirkan. Di Riau saya mendapat pengaduan, banyak koperasi dan pengepul berhenti mengambil TBS petani, dikarenakan pabrik tidak membeli" ungkap Abdul kepada Kompas.com melalui keterangan tertulis, Selasa (17/5/2022).
Baca juga: Gubernur Bengkulu Kirim Rekomendasi Pencabutan Larangan Ekspor CPO ke Presiden
Abdul menduga ini akibat dari kebijakan pemerintah yang melarang ekspor CPO.
"Ini jelas akibat dari pelarangan ekspor CPO, sehingga perusahaan tentu mengurangi produksi. Bagi yang punya kebun sendiri, tentu kelola yang ada, dan tidak membeli TBS masyarakat" kata Abdul.
Menurut dia, ini seperti anomali. Di satu sisi, pemerintah mengeluarkan larangan kebijakan untuk menjaga pasokan bahan baku minyak goreng. Namun di sisi lain, petani harus terkena imbas.
Kata Abdul, seharusnya kebijakan pemerintah memberikan solusi.
Untuk itu, Abdul meminta pemerintah mencabut kebijakan larangan ekspor yang berdampak terhadap nasib jutaan petani sawit, terutama di Riau.
Baca juga: Bupati Bengkulu Utara Ancam Pengusaha CPO: Naikkan Harga Sawit atau Saya Cabut Izinnya
Ia juga meminta pemerintah memaksimalkan pengawasan mekanisme Domistik Market Obligation (DMO) atau Domestik Price Obligation (DPO).
"Petani menjerit karena harga sawit anjlok. Larangan ekspor harus dicabut. Pemerintah mestinya cukup maksimalkan pengawasan pelaksanaan kebijakan mekanisme DMO atau DPO, dan perusahaan harus penuhi bahan baku dalam negeri dengan harga khusus," tegas politisi PKB ini.
Abdul menegaskan, pengawasan terhadap pasokan dan peredaran minyak goreng harus ketat. Selain itu, perilaku korupsi harus ditindak tegas.
"Harusnya awasi secara ketat pasokan dan peredaran minyak goreng. Pejabat yang bermain mata dengan pengusaha nakal harus ditindak tegas. Jangan pula kebijakan yang dibuat malah menyengsarakan petani," tutup Abdul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.