KOMPAS.com - Raden Ajeng Kartini adalah tokoh emansipasi perempuan kelahiran Jepara, 21 April 1879.
Sang ayah adalah Bupati Rembang. Dengan jabatan sang ayah, Kartini bisa mengenyam pendidikan di Europese Lagere School (ELS).
Setelah lulus ELS tepatnya di awal 1892, Kartini harus memulai masa pingitan di usia 12 tahun. Ia mengasingkan diri di dalam rumah dan dilarang ke luar lingkungan rumahnya yang megah.
Jangankan keluar pendapa, Kartini juga jarang menginjak serambi rumah.
Selama empat tahun menjalani masa pingitan, Kartini hanya lima kali keluar dari lingkunggan Kabupaten jepara.
Baca juga: Akhir Hayat Kartini, Meninggal di Usia 25 Tahun Saat Melahirkan
Saat sang kakak RA Soelastri menikah dengan Raden Ngabehi Tjokroadisosro dan pindah ke Kendal, Kartini menjadi puteri tertua di kabupaten. Ia pun berhak mengatur semua urusan adik-adiknya.
Ia pun mulai menempati kamar sang kakak Soelastri yang jauh lebih luas dari kamarnya. Ia kemudian mengajak dua adiknya, Roekmini dan Kardinah untuk tinggal satu kamar.
Saat bersama, tiga bersaudara tersebut menyalurkan kegemarannya mulai melukis, main piano hingga ketrampilan tangan. Kartini juga menularkan kebiasaan membaca ke adik-adiknya.
Mereka mmebaca surat kabar De Locomatief sehingga tahu perkembangan yang terjadi di Hindia Belanda atau Eropa.
Baca juga: Hari Kartini, Iriana Jokowi Apresiasi Peran Perempuan Indonesia Selama Pandemi
Pada tahun 1896, sang ayah mengajak anak-anaknya untuk perjalanan dinas ke Kedungpenjalin menhadiri penahbisan pendata.
Ia menceritakan kisah tersebut melalui surat ke Stella. “Alhamdulillah! Alhamdulillah!
Saya boleh meninggalkan penjara saya sebagai orang bebas," tulis Kartini.
Sejak aturan pingitan dilonggarkan, Kartini dan dua adiknya diperkenankan kembali mengunjungi rumah Nyonya Ovink Sore secara rutin. Nyonya Ovingk juga sering mengajak tiga saudara tersebut pergi menghadiri pesta keluarga Belanda.
Hal tersebut dicermati secara baik oleh sang ayah. Hingga akhirnya pada 2 Mei 1898, tiga bersaudara tersebut tak lagi dipingit.
Baca juga: Peringatan Hari Kartini, Jokowi: Indonesia Selalu Melahirkan Perempuan-perempuan Tangguh
Kebebasan tiga saudara ditandai dengan ikutnya mereka dalam kunjungan Bupati Sosroningrat ke Semarang menghadiri perayaan penobatan Ratu Wilhelmina.
Kartini membagi kebahagian tersebut kepada Stella melalui surat, “Kami diperkenankan meninggalkan kota kediaman kami dan ikut pergi ke ibukota menghadiri perayaan penghormatan kepada Sri Ratu. Lagi kemenangan yang besar, amat besar yang sangat patut kami hargai“
Sejak saat itu Kartini dan adik-adiknya berkunjung ke desa-desa dan berdialog dengan warga.
Salah satu permasalahan yang berhasil diselesaikan Kartini adalah kemiskinan yang membelit para pengrajin ukir di Kampung Belakanggunung.
Baca juga: Pemikiran RA Kartini Abadi, Tertuang dalam Buku-buku Ini
Hasil karya pengrajin dihargai murah dan tak sebanding dengan jerih payah yang telah mereka lakukan.
Mendengar itu, Kartini langsung menghubungi orang Belanda di Semarang dan Batavia untuk membantu mempromosikan kerajinan seni ukir Jepara.
Kartini menugaskan kepada pengrajin ukir dari Belakanggunung membuat berbagai macam furnitur dan kerajinan untuk dipasarkan ke Semarang, Batavia, bahkan Belanda.
Harga kerajinan mereka mampu dijual dengan harga yang tinggi, sehingga kesejahteraan pengrajin bisa meningkat.
Dengan cara yang sama Kartini juga berhasil meningkatkan kesejahteraan pengrajin emas dan tenun yang ada di Jepara.