ACEH UTARA, KOMPAS.com – Jejak tradisi meugang di Aceh dimulai sejak tahun 1907, saat Sultan Iskandar Muda memimpin Kerajaan Aceh Darussalam.
Meugang adalah tradisi memasak daging sehari sebelum Ramadhan, sebelum Idul Fitri, dan sebelum Idul Adha. Praktis, tradisi ini dilakukan tiga kali dalam setahun oleh masyarakat Aceh.
Baca juga: Mengenal Meugang, Tradisi Unik Jelang Ramadhan, Eratkan Kebersamaan Melalui Daging Sapi
Tradisi warisan Sultan Iskandar Muda itu masih bertahan hingga generasi milenial saat ini.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan telah memasukan meugang menjadi warisan budaya tak benda sejak tahun 2016.
Baca juga: Anggota DPR Aceh: Biosolar Langka, Sopir Antre Berjam-jam di SPBU Aceh
Profesor Ali Hasyimi dalam bukunya, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah Tahun 1983 menyebutkan, Sultan membagikan daging untuk yatim dan duafa dalam jumlah besar.
Seluruh biaya dikeluarkan ditanggung oleh bendahara istana.
Sedangkan dalam buku Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) karya Denys Lombard, pada hari meugang, Sultan juga menzirahi makam sultan sebelumnya yang telah meninggal dunia.
Tradisi meugang ini bertahan hingga kerajaan Aceh runtuh.
Ketika Belanda berhasil menaklukan Aceh, sebut Denys, tradisi meugang masih dipertahankan.
Hanya saja, pembagian daging meugang dilakukan bukan oleh pejabat Belanda. Namun oleh Ulee Balang yang bersekutu dengan Belanda untuk rakyat.
Baca juga: PT PIM Aceh Dapat Pasokan Gas Bahan Baku Pupuk dari Group Bakrie