KOMPAS.com - Momen saat pawang hujan Rara Istiani Wulandari atau akrab disapa Mbak Rara "unjuk gigi" di tengah lintasan balap Sirkuit Mandalika, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menyita perhatian masyarakat.
Di tengah derasnya hujan, Mbak Rara dengan keyakinannya mencoba untuk menghentikan hujan agar pelaksanaan seri kedua MotoGP berjalan lancar.
Aksi Mbak Rara itu segera menuai komentar. Media sosial pun ramai bahasan soal sosok hingga bahkan honor yang diterima Mbak Rara saat menjadi pawang hujan.
Baca juga: Mbak Rara, Sang Pawang Hujan MotoGP Mandalika, Ternyata Sering Mengawal Acara Kenegaraan
Namun, di tengah diskusi yang hingga kini masih hangat untuk dibahas, budayawan asal Kota Solo, Jawa Tengah, Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEA,
mengatakan, aksi Mbak Rara itu bukan hal luar biasa.
Dirinya menyebut aksi Mbak Rara dalam ekspresi kebudayaan yang perlu dihargai dan dihormati di tengah keragaman masyarakat Indonesia.
Baca juga: Rara Si Pawang Hujan Sempat Dilarang Dorna untuk Masuk ke Lintasan
"Ojo gumunan (jangan mudah heran), ojo kagetan (jangan mudah terkejut), ojo dumeh (jangan mentang-mentang). Filosofi ini mendasari sikap menerima perbedaan tanpa intervensi," katanya.
Andrik juga mengingatkan bahwa bangsa Indonesia dibangun dari perbedaan dan keragaman budaya.
"Tetap menghormati keyakinan, kepercayaan orang lain dan tanpa intervensi. Selain itu, ada sikap kontrol diri dan memberi ruang kepada orang lain untuk berpendapat," kata Andrik yang juga dosen di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.