KOMPAS.com - Kasus seorang remaja di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), diamankan polisi gara-gara pamer busur dan anak panah di media sosial mendapat sorotan sejumlah pihak.
Menurut Dian Sasmita, Direktur Yayasan Sahabat Kapas di Kota Solo, mengatakan, tindakan terkait kenakalan remaja seharusnya mengedepankan pendekatan psikososial daripada hukum.
"Jadi tidak perlu berlebihan dalam merespon perilaku anak. Unggahan seperti itu bisa direspon dengan lebih bijak. Misalnya, oleh pekerja sosial anak yang menggunakan pendekatan psikososial daripada hukum," katanya kepada Kompas.com, Senin (28/3/2022).
Baca juga: Kronologi Polisi Amankan Remaja yang Pamer Busur dan Anak Panah di Medsos: Masyarakat Harap Tenang
Di sisi lain, kata Dian, saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya untuk menggalakan restorative justice terhadap kasus kenakalan anak.
"Anak-anak ini masih sangat labil. Sehingga tidak heran muncul perilaku yang aneh-aneh atau di luar kewajaran atau norma sosial. Kejadian seperti ini harusnya menjadi alarm bagi orangtua untuk introspeksi diri. Tidak sepenuhnya salah anak," kata Dian yang dikenal lama berkecimpung dalam pendampingan anak-anak narapidana ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Kepolsian Resor (Kapolres) Bima Kota AKBP Henry Novika Chandra, Minggu (27/3/2022), menjelaskan, kasus tersebut terungkap setelah warganet menandai akun polisi resmi Polres Bima Kota dan beberapa akun personel kepolsian pada unggahan HM.
Baca juga: Remaja Pamer Busur dan Anak Panah di Medsos, Warganet Tandai Akun Resmi Polisi, Berujung Penangkapan