KOMPAS.com - Masyarakat Suku Minangkabau memiliki sejumlah tarian tradisional, salah satunya Tari Lilin.
Seperti namanya, Tari Lilin dimainkan oleh penari yang membawa piring kecil dengan lilin menyala di atasnya.
Penari Lilin menarikan tarian ini secara berkelompok dengan memutar piring berisi lilin tersebut.
Selain berhati-hati dengan nyala lilin, para penari juga berhati-hati untuk menjaga agar lilin tidak padam.
Gerakan tarian ini cukup atraktif, yang dilengkapi dengan alunan musik khas Minangkabau.
Tari Lilin, bersama dengan tarian tradisional asal Minangkabau lainnya, menjadi ikon budaya bagi Provinsi Sumatera Barat.
Pada zaman dahulu, Tari Lilin ini dipentaskan pada malam hari dan hanya di lingkungan istana saja.
Adapun asal-usul Tari Lilin ini berkaitan dengan cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Minangkabau.
Dalam cerita rakyat itu, dikisahkan ada seorang wanita yang ditinggal tunangannya merantau atau berdagang.
Suatu hari, wanita tersebut kehilangan cincin pertunangannya.
Hal itu membuat si wanita panik dan berusaha keras mencari cincin pemberian tunangannya tersebut.
Memasuki malam hari, cincin itu tak kunjung ditemukan. Namun, si wanita tidak menyerah dan terus mencari.
Sebagai penerangan, wanita itu menggunakan lilin saat mencari cincinnya.
Selama wanita itu mencari cincin, dia melakukan gerakan-gerakan mulai dari membungkuk, meliuk, hingga menengadah penuh harap.
Gerakan yang dihasilkan wanita ini menghasilkan gerakan indah, yang konon menjadi cikal bakal gerakan Tari Lilin.