BENGKULU, KOMPAS.com - Sejak diresmikan pada tahun 2012 menara pemantau tsunami (view tower) yang diinisiasi Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin kala itu menguras Rp 34 miliar anggaran daerah diputuskan akan dirobohkan.
Praktis selama 10 tahun berdiri, menara pantau tsunami Bengkulu ini tak pernah beroperasi.
Keputusan merobohkan menara ini berdasarkan kajian dari banyak pihak.
Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Bengkulu, Fachriza Razie mengatakan, rencana pembongkaran bangunan menara setinggi 43 meter itu telah dilakukan pengkajian aset dan konstruksi oleh pihak ketiga bersama Dinas PUPR Provinsi Bengkulu.
Baca juga: Mantan Bupati Rejang Lebong Diperiksa Polda Bengkulu Terkait Izin Pengelolaan Lahan Pemda
''Dari hasil kajian itu jelas bahwa bangunan tersebut sudah tidak layak dan akan membahayakan pengunjung dan masyarakat sekitar,'' kata Fachriza, dalam rilisnya pada Kompas.com, Kamis (3/3/2022).
Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat rapuhnya konstruksi bagian atas menara tersebut, kata Fachriza, di lokasi akan dipasang peringatan dan papan pengumuman dari Dinas Pariwisata, Provinsi Bengkulu, selaku pengelola kawasan itu agar masyarakat tidak terlalu mendekati bangunan.
''Warning line dan papan pengumuman itu akan segera dipasang dibeberapa titik di kawasan view tower. Tujuannya, agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan,'' urai Fachriza.
Plt Kadis PUPR Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso menuturkan, ada 7 kajian atau kesimpulan akhir dari konsultan independen untuk membongkar atau merobohkan menara tersebut.
Seperti, analisa aturan penerbangan, analisa situs dan cagar budaya, analisa hasil FGD dengan pemuka adat dan BMA Provinsi Bengkulu, analisa konstruksi dan sipil, analisa sosial kultural, analisa keamanan serta analisa kawasan perkotaan.