SEMARANG, KOMPAS.com - Perajin olahan tempe di Kota Semarang, Jawa Tengah mengeluhkan harga kedelai yang meroket tajam dalam sebulan terakhir.
Mereka berharap pemerintah bisa memberikan subsidi kepada para perajin agar tidak semakin mencekik.
Salah satu perajin olahan tempe, Ahmad Jumadi (65) mengaku terdampak dengan kenaikan harga kedelai yang melambung tinggi.
"Harga kedelai naik dulunya Rp 6.400, mulai setahun ini naik terus jadi Rp 9.000, naik lagi Rp 10.000, sekarang jadi Rp 11.000. Ekonomi semakin sulit. Ibarat kata sudah jatuh tertimpa tangga," kata Jumadi ditemui di rumahnya di Jalan Medoho Permai II RT 09 RW 10 Panden Lamper, Gayamsari, Senin (21/2/2022).
Baca juga: Perajin Tahu Tempe di Tasikmalaya Sepakat Mogok Produksi Selama 3 Hari
Jumadi tidak menghentikan produksinya lantaran harus tetap menyambung hidup untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun, ia harus memberhentikan pekerjanya yang sebelumnya berjumlah tiga orang.
"Ini masih tetap produksi biar bisa diputerin lagi. Sekarang dikerjakan sendiri karena engga mungkin gaji pegawai. Tadinya ada 3 pegawai," jelasnya.
Imbas kenaikan kedelai ini membuatnya terpaksa mengurangi jumlah produksi tempe supaya penjualan tetap bisa berjalan.
"Sehari tadinya bisa produksi 100 kilogram, sekarang dikurangi jadi 80 kilogram saja. Waktu sebelum pandemi bisa 130 kilogram. Turun produksi sekitar 40 persen sendiri," ujar Jumadi yang sudah 47 tahun jadi perajin tempe.
Baca juga: Pemerintah Janjikan Subsidi, Perajin Tempe Tahu Jateng Batal Mogok Produksi
Meskipun keuntungan dari hasil penjualan sedikit, ia mengaku tidak menaikkan harga tempe di pasaran.
Ia mengaku masih bisa mematok keuntungan dari perhitungan jumlah sisa produksi tempe saja yang per harinya sekitar Rp 500.000
"Jualan tempe enggak bisa naik paling dikurangi timbangannya. Misalkan sekarang kedelai 1 kilogram Rp 11.000 ya saya tetap jual dengan harga sama. Untungnya ambil dari sisa produksi saja 1 kilogram dapat 5 ons sekitar Rp 500.000 tapi berkurang untuk beli plastik, gas dan kedelai," ungkapnya.