SOLO, KOMPAS.com - Beberapa bulan terakhir di Kota Solo, Jawa Tengah, harga kedelai melonjak tinggi para perajin tahu rumahan menjerit.
Seperti halnya dirasakan, Ngadiman (75) yang telah menggeluti usaha tahu selama 50 tahun.
Ngadiman mengaku kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan tahu sangat dirasakannya, sebab jumlah produksi tahu ia kurangi.
Baca juga: Saya Mau Beli Tahu Tempe Kosong Semua, Ikan dan Ayam Mahal, Bingung...
"Dari November hingga sekarang naik terus, biasanya beli 2,5 kuintal kini 1 kuintal saja," kata dia saat ditemui Kompas.com, Senin (21/2/2022).
Sebelumnya harga kedelai yang melambung tinggi. Sebelumnya harga normal di Kota Solo Rp 8.000 per kilogram, kini naik menjadi Rp 11.000 per kilogram.
Secara otomatis selama kurang waktu itu keuntungan yang ia dapatkan juga berkurang karena dirinya tak berani menaikkan harga jual tahunya.
"Iya sama saja, semisal 1 kwintal dapat Rp 600.000 buat produksi Rp 500.000 kan masih Rp 100.000," ujarnya.
"Uang itu setelah pulang diputar lagi (produksi keesokannya), Tidak ada untungnya, hanya bisa buat makan saja pas-pasan," ujarnya.
Tak hanya memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, Ngadiman mengaku juga memiliki sekitar 10 karyawan untuk memproduksi kedelai menjadi tahu selama ini.
Baca juga: Konsumen Borong Tahu Tempe, Imbas Produksi Mogok 3 Hari
"Mau gimana lagi, kalau dinaikkan tidak laku, kasihan kalau karyawan berhenti kerja juga. Pengennya ya ada subsidi kedelai biar turun harganya," lanjutnya.
Sementara itu, pantuan Kompas.com, pabrik tahu lainnya yang berlokasi di Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah proses produksi tak seramai bisanya.
Kepulan asap ditungku pembuatan tahu terlihat hanya beberapa yang menyala.
Dengan ketelitian dan kesabaran para perajin tampak mengelola keledai yang telah direndam sebelumnya.
Baca juga: Harga Kedelai Mahal, Perajin Tahu Tempe Bakal Naikkan Harga
Pemilik penyediaan rumah produksi tahu, Sunardi, menjelaskan setelah tidak stabilnya harga kedelai, ia memutuskan tak memproduksi tahu lagi.
Ia pun memilih untuk menyewakan tempat produksi tahu itu ke perajin tahu lalinya.
"Mau gimana lagi istilahnya mati ra mati urip yo ra urip (mati tidak mati, hidup ya tidak hidup), bisanya hanya dipertahankan untuk makan saja," jelasnya kepada Kompas.com, Senin (21/2/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.