KOMPAS.com - Saluang adalah alat musik tadisional khas Minangkabau, Provinsi Sumatera Barat.
Saluang terbuat dari talang atau bambu tipis (Schizostachyum brachycladum Kurz).
Bambu tersebut biasa digunakan untuk menjemur kain, ditemukan hanyut di sungai, atau sebagai wadah dalam pembuatan lamang (lemang), salah satu makanan tradisional Minangkabau.
Orang Minangkabau percaya bahwa bambu tersebut sebagai bahan yang baik untuk membuat saluang.
Saluang merupakan golongan alat musik suling. Namun tidak sama dengan seruling pada umumnya, karena pembuatan saluang lebih rumit terutama berkaitan dengan adat setempat.
Baca juga: Alat Musik Talempong dari Minangkabau: Cara Memainkan, Fungsi, dan Keunikan
"Untuk membuat satu lubang saluang sangat sakral dan biasanya untuk membuatnya dilakukan pada hari Jum'at dan dibutuhkan waktu sampai satu minggu dan ada juga pembuatan lubang saluang dilakukan ketika ada orang yang meninggal," terang Saparman, Kasi Adat dan Nilai-nila Tradisi Dinas Kebudayaan, seperti dikutip dari sumbarprov.go.id.
Pembuatan Saluang dilakukan dengan cara melubangi bambu dengan empat lubang.
Untuk membuat lubang, langkah pertama adalah menentukan lubang bagian atas dan bawah terlebih dahulu. Jika, saluang terbuat dari bambu maka bagian atas saluang adalah bagian ruas bambu.
Bagian atas saluang itu diserut untuk meruncingkan dengan membuat sudut sekitar 45 derajat sesuai ketebalan bambu.
Pembuatan empat lubang pada musik tradisional ini dimulai dari ukuran 2/3 dari panjang bambu yang diukur dari atas.
Sedangkan,letak lubang kedua, ketiga, dan keempat berjarak setengah lingkar bambu. Untuk, besar lubang dibuat dengan garis tengah 0,5 cm, supaya saluang menghasilkan suara yang bagus.
Baca juga: Talempong, Menyambut Rindu Perantau Minangkabau
Saluang memiliki panjang kira-kira 40-60 cm.
Keutamaan memainkan saluang adalah dengan meniupkan dan menarik nafas secara bersamaan. Sehingga, peniup saluang dapat memainkan lagu dari awal sampai akhir tanpa putus.
Untuk memperoleh cara pernafasan tersebut, pemain harus latihan terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik menyisian angok (menyisihkan nafas).
Di Minangkabau, setiap nagari mengembangkan cara meniup saluang yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan ciri khas dan gaya-nya sendiri-sendiri.