Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa Demo di Kantor DPRD NTT, Tolak Proyek Geotermal di Manggarai Barat

Kompas.com - 10/02/2022, 14:07 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Priska Sari Pratiwi

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Advokasi Mahasiswa Manggarai Barat (FADMMAB) Kupang, melakukan aksi unjuk rasa menolak proyek ekstraksi panas bumi (Geotermal) di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, di depan kantor DPRD NTT, Rabu (9/2/2022).

Koordinator Lapangan FADMMAB Weli Waldus, menyebut aksi mereka sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat Desa Wae Sano yang menolak proyek itu.

Waldus menuturkan, alasan warga dan mahasiswa menolak karena secara keseluruhan proyek Geotermal dinilai membahayakan keutuhan ruang hidup masyarakat Desa Wae Sano.

Baca juga: Penolakan Proyek Geotermal Berujung Ricuh di Kantor Bupati Manggarai Barat

"Setelah mendapat penolakan dari warga Kampung Nunang karena salah satu titik sumur pengeboran berada dalam ruang hidup mereka (Well Pads B), maka PT Geo Dipa Energi selaku pihak penyelenggara proyek menggeser lokasi pengeboran ke Kampung Lempe (Well Pads A)," ujar Waldus kepada Kompas.com, Kamis (10/2/2022).

Selaku pihak penyelenggara proyek, lanjut dia, PT Geo Dipa Energi bersama dengan pemerintah Kabupaten Manggarai Barat berusaha meyakinkan masyarakat terdampak dengan menjelaskan titik pengeboran di Well pads A jauh dari permukiman warga Lempe.

Berdasarkan data berupa peta Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Wae Sano, ada lima sumur pengeboran yang tersebar di tiga kampung yakni Nunang, Lempe, dan Dasak.

Waldus menyebut, di kampung Nunang, lokasi pengeboran berjarak 15 meter dari rumah warga dan 30 meter dari rumah adat (Compang).

Kemudian, Kampung Lempe, titik pengeboran berjarak 10-300 meter dari rumah warga dan 20 meter dari sumber mata air.

Baca juga: Berkas Perkara Pembunuhan Ibu dan Bayi di Kupang 2 Kali Dikembalikan Jaksa, Ini Tanggapan Kapolda NTT

Selanjutnya, Kampung Dasak, lokasi pengeboran berjarak 5-50 meter dari rumah warga.

Sedangkan, hasil penelitian yang dilakukan, berdasarkan potensinya, area panas bumi dibagi dalam dua bagian yakni optimal dan cukup optimal.

Luas cakupan untuk daerah optimal adalah 340,446 hektar (3,4 kilometer persegi) dan daerah cukup optimal adalah 1.568,234 hektar (15,68 kilometer persegi).

Berdasarkan data ini, kata Waldus, dapat disimpulkan apabila proyek ini direalisasikan, ruang hidup warga terkena dampak yang sangat signifikan karena berada dalam cakupan WKP beserta dampaknya.

"Sumur-sumur panas bumi ini akan menghancurkan semua tatanan sosial, ekonomi, dan spiritual yang mereka jalani turun temurun," tegasnya.

Waldus mengatakan, masyarakat Desa Wae Sano percaya, hidup mereka, baik sebagai individu maupun masyarakat, merupakan satu kesatuan yang utuh antara Golo Lonto, Mbaru Kaeng, Natas Labar (Perkampungan adat), Ima Duat (Lahan pertanian/perkebunan), Wae Teku (Sumber mata air), Compang Takung, Lepah Boa (tempat-tempat adat), Puar (Hutan) dan Sano (Danau).

Atas dasar itu, kata Waldus, mahasiswa meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan PT Geo Dipa Energi selaku pihak pengelola proyek geotermal agar segera menghentikan segala aktivitas di Desa Wae Sano.

Baca juga: Kecelakaan Kapal di Manggarai Barat, 2 Korban Tewas, 4 Selamat

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com