KOMPAS.com - Museum Kereta Api Sawahlunto menjadi museum kereta api kedua setelah Ambarawa dan satu-satunya di Sumatera Barat.
Menelusuri sejarah tambang batu bara Ombilin memang tak bisa lepas dari keberadaan stasiun kereta api Sawahlunto
Baca juga: Sejarah dan Misteri Terowongan Sasaksaat, Terowongan Terpanjang di Indonesia
Stasiun yang dibangun pada tahun 1912 oleh Pemerintah Kolonial Belanda ini berfungsi sebagai sarana transportasi bagi hasil tambang batu bara Ombilin ke berbagai daerah, termasuk pelabuhan Teluk Bayur.
Baca juga: Sejarah Jalur Kereta Api Pertama di Indonesia hingga Berdirinya PT KAI
Melansir laman sumbarprov.go.id, saat itu pembangunan jalur kereta api, pelabuhan dan tambang batu bara menjadi sebuah proyek yang tak terpisahkan.
Baca juga: Jadwal dan Harga Tiket Kereta Batara Kresna Solo-Wonogiri PP
Berdasar data Buku peringatan kereta Api Pemerintah dan Train di Hindia Belanda 1875-1925 (Gedenkboek der Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch Indie 1875-1925) dijelaskan bahwa jalur kereta api di Sumatera Barat dibuat secara bertahap secara berkesinambungan dari tahun ke tahun.
Melansir laman heritage.kai.id, pembangunan jalur kereta api di Sumatera Barat dilakukan oleh Perusahaan Kereta Api Negara Sumatra Staats Spoorwegen (SSS).
Pembangunannya dimulai dari Teluk Bayur-Padang Panjang-Bukittinggi, Padang Panjang-Sawahlunto dan sudah mencapai Muara Kalaban pada tahun 1892.
Pembangunan dilanjutkan ke arah utara untuk menjangkau lokasi pertambangan.
Jalur ini melalui sebuah terowongan dan jembatan yang melintasi sungai Lunto.
Hingga akhirnya stasiun Sawahlunto diresmikan pada 1 Januari 1894.
Stasiun Sawahlunto aktif mengangkut hasil tambang batu bara di daerah tersebut, namun kondisi berubah pada tahun 2000 saat hasil tambang mulai berkurang.
Hal ini sangat berdampak pada operasional dan aktivitas perjalanan di Stasiun Sawahlunto.
Pada akhirnya PT KAI dan Pemerintah Kota Sawahlunto bekerjasama melestarikan stasiun ini dengan mengubahnya menjadi museum.
Museum Kereta Api Sawahlunto diresmikan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 17 Desember 2005.