KOMPAS.com - Munir Alamsyah (53), mantan guru honorer di Garut, Jawa Barat, hanya bisa bersyukur dirinya dibebaskan dari tindakannya membakar kelas d SMPN 1 Cikelet.
"Perasaanya seperti diangkat dari masa-masa hina dan pahit, saya sangat bersyukur, terima kasih Pak Polisi dan pihak sekolah semuanya," katanya, dilansir dari Tribunjabar.id di Mapolres Garut, Jumat (28/1/2022).
Sementara menurut Kapolres Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono pembebasan Munir tersebut dilakukan berdasar kesepakatan dari pihak sekolah dan Dinas Pendidikan.
Baca juga: Honor Rp 6 Juta Tak Dibayarkan Selama 24 Tahun, Mantan Guru Honorer di Garut Bakar Sekolah
Selain itu, kata Wirdharto, juga didasari peraturan kepolisian nomor 8 tahun 2021 terkait penanganan pidana berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice.
"Kami melihat bahwa di sini memenuhi persyaratan materil dan formil, akhirnya kami tempuh dengan jalur restorative justice," kata Wirdhanto saat jumpa pers di Mapolres Garut.
Sebelumnya, Munir mengungkapkan alasan dirinya membakar salah satu kelas di sekolah tempat dirinya pernah bekerja sebagai guru.
Munir emosi karena selama dua tahun mengajar, yaitu dari 1996 hingga 1998, honornya sebesar Rp 6 juta belum diberikan.
Lebih kurang 24 tahun Munir mengaku terus mendatangi sekolah untuk meminta haknya itu. Sayangnya, pihak sekolah belum juga memberikan gajinya.
Hingga pada hari Jumat (28/1/2022), Munir nekat membeli bahan bakar minyak dan membakar salah satu ruang kelas hingga api merembet di laboratorium dan perpustakaan.
Baca juga: Sujud Syukur Dibebaskan Polisi, Mantan Guru yang Bakar Kelas di Garut Minta Maaf
Kasus serupa juga dialami oleh seorang ayah berinisial RC di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, pada Jumat (14/1/2022).
RC menangis haru setelah dinyatakan bebas dari segala tuntutan karena telah mencuri ponsel demi sang anak.
Baca juga: Curi Ponsel untuk Anak Sekolah, Pencuri Ini Menangis karena Dibebaskan
Menurut Kejaksaan Negeri Pangkalpinang, pembebasan RC itu dikuatkan dengan surat ketetapan penghentian penuntutan Kejari Pangkalpinang Nomor 01L.9.10.3/Eoh.2/01/2022 tertanggal 13 Januari 2022.
"Setelah melalui pertimbangan yang cermat dan terukur, kami juga turunkan tim untuk melihat kondisi di lapangan termasuk di rumah tersangka sehingga kemudian diutamakan prinsip keadilan dengan pertimbangan kemanusiaan," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalpinang Jefferdian.
Jefeerdian menambahkan, penghentian tuntutan mengacu pada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang keadilan restorative justice.