KENDARI, KOMPAS.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kelas 1A Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), mengelar sidang perdana kasus korupsi dengan terdakwa Bupati Nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur, Selasa (25/1/2022).
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kendari, Ronal Salnofri dengan hakim anggota Wahyu Bintoro, dan Ewirta Lista.
Andi Merya Nur hadir di Pengadilan Tipikor Kendari pukul 09.30 Wita, dengan pengawalan ketat pasukan Brimob Polda Sultra dengan menggunakan 2 kendaraan Barakuda.
Didampingi tiga kuasa hukumnya, Andi Merya memasuki ruangan sidang dengan menggunakan jilbab hitam, kemeja putih dan celana kain berwarna hitam.
Baca juga: Baru 3 Bulan Menjabat, Bupati Kolaka Timur Jadi Tahanan KPK karena Suap Dana Hibah
JPU KPK yang terdiri dari tiga orang jaksa yakni Agus Prasetya Raharja, Tri Mulyono Hendradi, dan Asril mendakwa Andi Merya dengan dakwaan alternatif.
Agus Prasetyo saat membaca dakwaan mengatakan, bahwa terdakwa selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yakni Bupati Kolaka Timur periode 2021-2026 melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
Menerima hadiah atau janji dari Anzarullah, selaku Kepala BPBD Koltim, padahal diketahui atau patut diketahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Hadiah atau janji itu adalah untuk mengizinkan Anzarullah melaksanakan pekerjaan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan pembangunan dua unit jembatan di Kecamatan Ueesi dan 100 rumah di Kecamatan Uluiwoi, dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh Anzarullah.
Hadiah atau janji yang diterima oleh terdakwa Andi Merya adalah sejumlah uang (fee) dari Anzarullah sebesar 30 persen atau senilai Rp 250 juta dari total nilai anggaran Rp 889 juta pada kurun waktu bulan September 2021.
Hal tersebut, lanjut JPU, bertentangan dengan kewajiban terdakwa Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur sebagaimana dalam Pasal 67 huruf e dan Pasal 76 Ayat 1 huruf a dan e Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Pasal 5 Angka 4 dan Angka 6 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi.
"Perbuatan terdakwa Andi Merya merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP," ungkap Agus, dalam dakwaan pertama.
Pada dakwaan kedua, terdakwa didakwa menerima hadiah atau janji yang diketahui atau patut diduga diberikan karena kekuasaannya atau kewenangannya yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Bupati Kolaka Timur berupa sejumlah uang dari Anzarullah seperti yang disebut pada dakwaan pertama.
"Perbuatan terdakwa Andi Merya merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP," kata JPU.
Sidang berikutnya akan digelar pada 8 Februari 2022 di PN Tipikor Kendari dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Sidang pembacaan dakwaan hanya berlangsung sekitar 17 menit, sekitar pukul 11.30 Wita Andi Merya lalu keluar dari ruangan sidang.