WONOGIRI, KOMPAS.com- Bupati Wonogiri, Joko Sutopo digugat Rp 10 miliar oleh mantan Kepala Desa Karang Tengah, Kecamatan Karang Tengah, Bambang Daryono.
Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang itu diajukan lantaran Bambang dipecat sebagai kepala desa setelah terbukti di pengadilan melakukan perzinahan dengan seorang wanita berinisial AL.
Bupati Wonogiri, Joko Sutopo menyatakan gugatan yang diajukan Bambang menjadi hak konstitusi yang bersangkutan.
"Itu menjadi hak konstitusinya. Kalau ada yang tidak menerima keputusan kami ya silakan ini negara hukum. Sah-sah saja" kata Jekek, sapaan Joko, saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (17/1/2022).
Baca juga: Proyek Penambahan Jaringan PLN di Wonogiri Makan Korban, Satu Tewas, Satu Luka
Jekek mengatakan Pemkab Wonogiri sebagai pihak tergugat siap menghadapi gugatan yang diajukakan Bambang.
Kendati demikian, Pemkab Wonogiri belum mendapatkan pemberitahuan dari PTUN Semarang.
Menurut Jekek, dia memecat Bambang sebagai kepala desa memiliki alasan yang kuat dan jelas.
Terlebih jabatan Bambang sebagai kepala desa memiliki konsekuensi yang harus ditanggung manakala melakukan pelanggaran hukum.
Jekek mengatakan Pemkab Wonogiri menolak permohonan Bambang untuk diaktifkan sebagai kepala desa setelah menjalani hukuman kasus perzinahan setelah menggelar klarifikasi beberapa pihak.
"Saat klarifikasi dan mediasi dalam forum itu terungkap kasus ini (perzinahan yang dilakoni Bambang) bukan kali pertama. Kasus ini tiga kali terjadi. Hal yang sama kaitannya dengan persoalan perzinahan," kata Jekek.
Baca juga: KLHK Gugat 2 Perusahaan Pembakar Hutan dan Lahan di Kalimantan
Hanya saja kasus yang ketiga, kata Jekek, sampai pada ranah hukum.
Sebenarnya bila ditelisik, dari kasus pertama dan kedua semestinya secara etika, Bambang harus mundur karena sudah melanggar sumpah dan janjinya sebagai kepala desa.
Bagi Jekek, tidak mungkin mengaktifkan seorang kepala desa yang berstatus sebagai narapidana untuk memimpin desa.
Jekek menuturkan saat klarifikasi itu, Bambang pun mengakui tiga kali melakukan perzinahan dengan tiga wanita berbeda.
"Semua kita hadirkan terbuka. Rekaman kami ada," jelas Jekek.
Terkait sesuai aturan pemerintah pusat seorang kades dapat dipecat bila tersandung kasus hukum dengan ancaman di atas lima tahun penjara, Jekek menuturkan keputusan penghentian kades itu tidak hanya mengacu pada hukum positif.
Baca juga: Ratusan Suami di Blitar Gugat Cerai Istri, Alasannya Sudah Tidak Percaya
Saat terjadi pelanggaran norma dan etika maka bisa menjadi persoalan publik.
“Kelayakan seorang pimpinan itu tidak hanya mengacu pada hukum positif saja. Dasar pertimbangan kami kasus kejadian ini tidak hanya sekali saja. Dan sudah terjadi beberapa kali. Dan itu meresahkan. Maka pertimbangan kami kondisi sosial publik yang harus kami perhitungkan,” kata Jekek.
Tak hanya itu seluruh tokoh setempat membuat pernyataan tertuliss tidak mau dipimpin mantan kades lantaran memiliki cacat moral.
Selain itu melakukan tindakan amoral sudah lebih dari sekali.