TAPANULI SELATAN, KOMPAS.com- Hampir delapan tahun, Hendrawan Hasibuan mendampingi agar sebuah komunitas penjaga lingkungan di Tapanuli Selatan, bisa mendapat penghargaan dari pemerintah pusat.
Hasilnya tidak sia-sia, kelompok masyarakat yang diberi nama Komunitas Hatabosi itu, sukses membawa Kalpataru di Tahun 2020 lalu.
"Itu sebuah penghargaan yang paling bergengsi, dan hampir delapan tahun saya mendampingi serta mendorong masyarakat komunitas itu. Dan akhirnya mereka terpilih sebagai salah satu pemenang Kalpataru 2020 untuk kategori penyelamat lingkungan," ujar pria 37 tahun itu belum lama ini.
Baca juga: Cerita Purwo Harsono, Pengelola Hutan Pinus Mangunan DIY yang Raih Kalpataru 2021
Hendrawan yang juga akrab dipanggil 'Jenderal' ini mengatakan, selama itu ia melakukan kampanye lewat media mainstream dan media sosial untuk menyosialisasikan keberadaan Komunitas Hatabosi.
Sebab, komunitas tersebut dianggapnya konsisten dalam menjaga lingkungan mereka.
"Dimulai dari tahun 2013, kita lakukan pemberitaan lewat media lokal dan nasional. Ini untuk mengangkat keberadaan Komunitas Hatabosi. Kemudian mendampingi mereka untuk terus konsisten meneruskan, apa yang sudah dilakukan leluhur mereka," kata Hendra.
Hingga di tahun 2020, Hendra yang juga menjabat sebagai Ketua DPW Sarikat Hijau Indonesia (SHI) Sumatera Utara ini, menjadi salah satu orang yang banyak terlibat untuk mendaftarkan Komunitas Hatabosi sebagai peserta penghargaan Kalpataru.
"Dan pada tahun 2020, bersama Forina (Forum Orangutan Indonesia), Komunitas Hatabosi kami daftarkan sebagai peserta dan mengurus semua berkas-berkas administrasi yang dibutuhkan," ungkap Hendra.
Baca juga: Pabrik Sawit di Simalungun Ludes Terbakar, Kerugian Capai Miliaran Rupiah
Dia menyebut, proses pendaftaran itu nyaris gagal. Pasalnya, di waktu terakhir pendaftaran, masih ada berkas administrasi yang belum lengkap.
"Hampir gagal, karena di waktu terakhir pendaftaran, warga komunitas Hatabosi ada yang belum mempunyai KTP dan SKCK sebagai syarat administrasi. Hari itu juga saya kebut, Alhamdulillah, akhirnya selesai," ujar Hendra.
"Dan setelah itu Komunitas Hatabosi masuk dalam 20 nominator Kalpataru 2020, hingga akhirnya menjadi salah satu pemenang dari 10 peserta yang terpilih," jelas Hendra.
Hendra menceritakan, Komunitas Hatabosi merupakan kelompok masyarakat yang berasal dari desa dan kampung di Haunatas, Tanjung Rompa, Bonan Dolok, dan Siranap, disingkat menjadi Hatabosi. Desa dan kampung itu berada di Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sejarah Hatabosi tidak dapat dipisahkan dengan Simaretong. Nama kampung, yang menjadi cikal bakal lahirnya Hatabosi, yang mewariskan Mantari dan Penjaga Bondar.
Sembilan orang warga yang turun temurun memelihara kelestarian lingkungan, dengan cara menjaga sumber air dan hutan mereka.
Baca juga: Usung Tema Ramah Lingkungan, Ornamen Natal Gereja Kotabaru Dibuat dengan Janur Kuning
Sekitar tahun 1909, empat orang bersaudara bermarga Pasaribu eksodus dari Tapanuli Utara ke Haunatas, Tapanuli Selatan, di Marancar yang saat itu ditempati marga Siregar.
Kondisi kesulitan air, menyebabkan marga Siregar meninggalkan kampung tersebut dan digantikan Pasaribu.
Melihat kondisi kampung yang kesulitan sumber air, Pasaribu bersaudara memutuskan mencarinya hingga ke dalam hutan di kawasan Gunung Sibualbuali.
Sampai akhirnya, mereka menemukan sumber air yang mengalir deras, yang hingga kini dikenal dengan nama Aek Sirabun.
Namun setelah menemukan sumber air itu, ternyata air tidak bisa mengalir ke tempat mereka. Ada batu besar yang menghalangi.
Pasaribu bersaudara mencari akal, dan melobangi batu tersebut. Pekerjaannya cukup lama, lebih dari satu tahun. Hingga akhirnya air dapat mengalir hingga ke kampung mereka.