KOMPAS.com - Sejarah mencatat peran Wali Songo yang terdiri dari sembilan tokoh dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Pulau Jawa.
Wali Songo yang berarti sembilan wakil ini menyebarkan ajaran Islam di daerah masing-masing dengan mendekatkan diri kepada masyarakat melalui strategi budaya, pernikahan, maupun pendidikan.
Baca juga: Sunan Gunung Jati, Penyebar Islam di Tanah Pasundan
Setiap wali dipanggil dengan sebutan sunan, yang berasal kata susuhunan yaitu sebutan bagi orang yang dihormati.
Baca juga: Sunan Ampel, Berdakwah dengan Ajaran Moh Limo
Berikut adalah penjelasan mengenai wali songo, lengkap dengan nama, cara berdakwah, serta wilayah persebarannya.
Baca juga: Bubur Sunan Bonang, Takjil Khas yang Sudah Ada Sejak Ratusan Tahun
Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim dan dikenal juga dengan nama Syekh Magribi.
Sunan Gresik disebut berasal dari Samarkand, Asia Tengah.
Ia menyandang gelar Sunan Gresik karena menyebarkan ajaran Islam di wilayah Gresik, Jawa Timur.
Metode dakwah yang digunakan Sunan Gresik adalah dengan mendekatkan diri pada masyarakat dengan mengajarkan cara bercocok tanam, melalui pendidikan dengan mendirikan pesantren, serta membangun surau.
Sunan Gresik wafat pada tahun 1419 dan dimakamkan di Kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Ampel memiliki nama asli Raden Muhammad Ali Rahmatullah, atau dikenal juga dengan nama Raden Rahmat.
Sunan Ampel merupakan anak dari putri raja Campa, yaitu sebuah kerajaan di Vietnam.
Ia juga memiliki hubungan darah dengan istri Prabu Brawijaya yang merupakan bibinya.
Sunan Ampel juga menjadi pendiri Kerajaan Demak, dengan Raden Patah sebagai rajanya.
Sunan Ampel menyebarkan agama islam di Surabaya dan terkenal dengan ajaran "Moh Limo".
Ajaran tersebut terdiri dari Moh Main (tidak berjudi), Moh Ngombe (tidak mabuk), Moh Maling (tidak mencuri), Moh Madat (tidak candu pada obat-obatan), dan Moh Madon (tidak berzina).
Gelar Sunan Ampel adalah Bapak Para Wali karena memiliki tujuh anak yang di antaranya adalah Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Syarifuddin (Sunan Drajat).
Sunan Ampel meninggal pada sekitar tahun 1467 Masehi dan dimakamkan di barat Masjid Ampel Surabaya.
Sunan Giri memiliki nama asli Muhammad Ainul Yaqin. IA juga dikenal dengan nama Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Joko Samudro.
Ia merupakan putra mubaligh asal Asia Tengah Maulana Ishaq yang menikah dengan Dewi Sekardadu anak dari Menak Sembuyu.
Sebutan Sunan Giri didapatnya dari nama Pesantren Giri yang didirikan di perbukitan Sidomukti, Kebomas, Gresik. Pesantren ini tersohor hingga Madura, Kalimantan, Sumba, Flores, Ternate, Maluku, dan Sulawesi.
Dalam perjalanannya, pesantren ini berkembang menjadi Kerajaan Giri Kedaton.
Sunan giri juga dikenal dengan cara dakwah melalui seni dengan tembang Macapat, seperti Pucung dan Asmarandana.
Sunan Giri wafat pada tahun 1506 M, dan dimakamkan di Dusun Giri Gajah Desa Giri Kecamatan Kebomas, Gresik.