KOMPAS.com - Warga Pulau Kojadoi, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) memilih bertahan di atas perahu pasca-gempa M 7,4 yang mengguncang wilayah NTT dan sekitarnya pada Selasa (14/12/2021).
Mereka membawa bekal dan menginap di atas perahu. Warga melakukan hal tersebut karena trauma dengan peristiwa tsunami di Flores yang terjadi tahun 1992.
Dari pengalaman tahun 1992, warga selamat karena mereka naik perahu.
Menurut mereka, sebelah utara dari pulau tersebut juga aman dari tsunami. Selain bertahan di perahu, sebagian warga lari ke bukit di Pulau Besar yang letaknnya sekitar 2 kilometer dari Pulai Kojadoi.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tsunami Terjang Flores, Lebih dari 1.300 Orang Meninggal
Bencana tsunami diketahui pernah menghantam Pulau Flores bagian tengah dan timur pada 29 tahun lalu. Tepatnya 12 Desember 1992.
Saat itu lebih lebih dari 1.500 orang dinyatakan meninggal, 500 orang hilang, dan ribuan bangunan rusak.
Diperkirakan 18.000, 113 sekolah dan 90 tempat ibadah hancur karena gempa dan tsunami.
Kala itu gelombang setinggi 6 hingga 25 meter menyapu wilayah daratan hingga sejauh 300 meter setelah gempa berkekuatan 7,5 skala richter mengguncang wilayah yang masuk dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Trauma Tsunami 1992, Warga Pulau Kojadoi Maumere Pilih Mengungsi di Atas Kapal
Besaran gempa tersebut dinyatakan oleh Institut de Physique du Globe yang berkedudukan di Strasbourg, Perancis.
Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan angka yang berbeda, yakni 6,8 skala Richter.
Pusat gempa terdeteksi terletak di kedalaman 36 km di Laut Sawu di lepas pantai Maumere.
Namun getaran dirasakan seluruh wilayah Flores, bahkan hingga Kupang, Pulau Kupang, dan Makassar, Sulawesi Selatan.
Rumah penduduk, tempat ibadah, gedung-gedung sekolah, rumah sakit, dan beragam fasilitas umum lainnya porak-poranda akibat guncangan gempa dan tsunami.
Namun, wilayah Kabupaten Sikka lebih banyak terdampak, karena posisinya yang terletak di sisi selatan.