KOMPAS.COM, BANYUWANGI - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi mengusulkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2022 naik 0,6 persen atau Rp 14.000.
Usulan itu telah disampaikan ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan akan ditetapkan pada Selasa (30/11/2021).
Jumlah kenaikan UMK Banyuwangi 2022 itu dinilai tak sesuai dengan perhitungan kebutuhan hidup layak yang ditetapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker).
Ketentuan yang dimaksud tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, tentang Pengupahan. Peraturan itu menjadi turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Banyuwangi pun menolak usulan kenaikan UMK Banyuwangi 2022 itu.
Ketua FSPMI Banyuwangi Khoirul Anwari Arif mengatakan, upah yang diusulkan Pemkab Banyuwangi tidak selaras dengan data kenaikan harga kebutuhan pokok.
Baca juga: Lempari Mobil dengan Batu, ODGJ Asal Banyuwangi Jadi Korban Amuk Massa di Situbondo
"Mengingat harga kebutuhan pokok meningkat semua, beras, minyak, kebutuhan hidup sudah meningkat. Mau dibawa ke mana masyarakat Banyuwangi ini, ke tingkat sejahtera atau memiskinkan rakyat," kata Anwari saat dihubungi, Senin (29/11/2021).
Menurutnya, serikat pekerja umumnya menuntut kenaikan upah sebanyak 7 hingga 10 persen, sesuai kebutuhan hidup layak saat ini. Namun, FSPMI Banyuwangi meminta kenaikan 13 persen karena tak ada kenaikan UMP pada tahun lalu.
UMK Kabupaten Banyuwangi 2021 adalah Rp 2.314.278. Jika usulan Pemkab Banyuwangi disetujui, UMK tahun depan menjadi Rp 2.328.163.
Sementara jika menggunakan angka 13 persen, kenaikan menjadi Rp 300.856, dan UMK tahun depan Rp 2.615.134.
Sebagaimana serikat pekerja lain, FSPMI menolak langkah Pemkab Banyuwangi menetapkan UMK menggunakan dasar UU Cipta Kerja, beserta turunannya PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.