JEMBER, KOMPAS.com – Nenek Murtiah (68), warga Desa Wonojati, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember, Jawa Timur, sudah memproduksi tempe sejak 1978.
Saat itu, ia bersama suaminya menjalankan usaha tersebut. Produk tempe yang diolahnya memiliki keunikan tersendiri, dibungkus menggunakan daun jati.
Murtiah memilih daun jati sebagai kemasan tempe karena mudah didapatkan. Selain itu, daun jati memberikan aroma khas tersendiri.
Menurut Murtiah, tempe yang dibungkus daun jati bisa bertahan lebih lama, sampai dua hari. Jika dibungkus plastik, tempe biasanya bertahan sekitar sehari.
“Aromanya itu beda, ada sedikit aroma daun jati. Rasa tempenya juga lebih gurih dan lebih nikmat,” kata Murtiah saat ditemui di rumahnya, Senin (22/11/2021).
Pembeli tempe yang dibuat Murtiah cukup ramai. Dulu, suaminya menjual tempe itu dengan cara berkeliling.
Baca juga: Potret Toleransi Beragama di Jember Utara, Ada Kitab Injil Berbahasa Madura
Setelah sang suami meninggal, Murtiah memproduksi sendiri tempe itu sesuai kemampuannya.
Dalam sehari, Murtiah mengeluarkan modal sekitar Rp 120.000. Modal itu dipakai membeli kedelai untuk diolah menjadi tempe.
Murtiah telah memiliki pelanggan tetap yang hanya ingin membeli tempe menggunakan daun jati. Selain itu, banyak warga yang datang membeli tempe daun jati sebagai oleh-oleh.
“Sering warga sini pesan untuk dibawa ke Surabaya, Bali, Madura dan kota-kota lain untuk bingkisan oleh-oleh,” jelas dia.
Tempe buatan Murtiah juga ditunggu para pengecer sayur sebagai bahan dagangan. Hanya saja, keterbatasan tenaga yang dimiliki membuatnya hanya mampu memproduksi delapan kilogram kedelai dalam sehari.
“Tenaga saya sudah tidak kuat lagi. Jadi saya produksi hanya sekadar untuk melayani pelanggan yang biasa ngambil ke rumah saja. Capek mau buat terlalu banyak. Kecuali memang ada pesanan khusus,” papar dia.